SKRIPSI
HUBUNGAN
PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS SANITASI DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DI RUMAH
SAKIT
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan kesehatan
bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi
setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya
sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun
terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam
rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang
setinggi-tingginya. Peran serta mencakup keikutsertaan secara
aktif dan kreatif (Kemenkes 2009).
Perwujudan derajat
kesehatan masyarakat indonesia ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan
yang layak dan bermanfaat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya
kebutuhan dasar diantaranya kebutuhan dalam bidang kesehatan melalui pembetukan
lingkungan dan perilaku sehat dengan pendekatan paradigma sehat. Perilaku
masyarakat indonesia yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi
diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan
masyarakat. Dengan demikian maka diharapkan terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang optimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara
sosial dan ekonomis.
Dewasa ini limbah medis merupakan masalah yang cukup
serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh
pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk
menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun memusnahkannya.
Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang dihasilkan oleh rumah
tangga saja.Lain halnya dengan limbah yang dihasilkan dari upaya medisseperti
Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit.
Berdasarkan
kajian WHO (1999), rata-rata produksi limbahrumah
sakit/puskesmas di negara-negara berkembang sekitar 1-3 kg/.hari, sementara di
negara-negara maju (Eropa, Amerika) mencapai 5-8 kg/.hari. Sedangkan berdasarkan
kajian dan perkiraan Departemen KesehatanRepublik Indonesia timbulan limbah
medis dalam satu tahun berkisar 8.132 ton dari 1.686 Rumah Sakit seluruh
Indonesia. Pada tahun 2003, timbulan limbah medis dari Rumah Sakit sekitar 0,14
kg/hari. Komposisi limbah medis ini antara lain terdiri dari: 80% limbah non
infeksius, 15% limbah patologi & infeksius, 1% limbah benda tajam, 3%
limbah kimia & farmasi, >1% tabung & termometer pecah (Ditjen PP
& PL, 2011).
Sementara
berdasarkan kajian Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan WHO, pada tahun
2009 di 6 Rumah sakit/Puskesmas di Kota Medan, Bandung dan Makasar, menunjukkan
bahwa 65% Rumah Sakit telah melakukan pemilahan antara limbah medis dan limbah
domestik (kantong plastik kuning dan hitam), tetapi masih sering terjadi salah
tempat dan sebesar 65% Rumah Sakit memiliki insinerator dengan suhu pembakaran
antara 530 – 800 ºC, akan tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu
belum dilakukan dengan baik. Selain itu belum ada informasi akurat timbulan limbah
medis karena 98% Rumah Sakit belum melakukan pencatatan(Ditjen PP & PL,
2011).
Dalam
hal ini pengelolaan limbah medis haruslah dengan menggunakan cara
pembakaran, perlu dijaga keutuhan kemasannya pada waktu sampah tersebut
ditangani. Banyak sistem pembakaran atau insenerasi yang menggunakan peralatan
mekanik.Namun, usahakan untuk melakukan pengolahan limbah medis yang sesuai
dengan peraturan berlaku dan pengolahan ramah lingkungan.(Ditjen
PP & PL, 2011).
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan Retno (2005) di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol, menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji chi square
diperoleh p=0,000, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan
dengan sikap pengumpul
limbah. Berdasarkan hasil uji chisquare diperoleh bahwa p=0,003,
yang berarti ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan fasilitas dengansikap pengumpul limbah.Limbah medis yang dihasilkan rumah sakit
dapat berdampak negatif terhadap
kesehatan masyarakat apabila penanganan limbahnya tidak sesuai dengan Kepmenkes
RI No. 1204 tahun 2004, misalnya tidak dilakukan pemisahan antara limbah medis
dengan non medis, tempat penampungan sampah di masing-masing ruangan tidak
memenuhi standar, petugas pengumpul limbah medis tidak memakai Alat Pelindung Diri
(APD), pengangkutan limbah medis menuju ke tempat pembuangan sementara
menggunakan troli/gerobak terbuka, jalur yang digunakan adalah jalur umum yang
biasa digunakan untuk pasien dan pengunjung rumah sakit, tidak ada label baik
di tempat sampah maupun di troli. Limbah
medis dapat menyebabkan kasus nosokomial. Kasus nosokomial dapat terjadi di
bagian kesehatan lingkungan rumah sakit melalui pencemaran limbah rumah sakit,
khususnya petugas pengumpul limbah yang bersentuhan langsung pada proses
pengumpulan dan pengelolaan limbah tersebut. Sejalan dengan hasil penelitian
Burhanuddin tahun 2010 di Jawa Timur, menunjukkan bahwa rumah sakit yang
sanitasi lingkungannya tidak memenuhi standar Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004
akan mendukung meningkatnya kasus nosokomial. Pola perilaku petugas yang kurang
memperhatikan aspek sanitasi lingkungan seperti tidak melakukan pemisahan
limbah sesuai jenisnya, tidak melewati jalur khusus limbah dan lainnya serta
kurangnya kesadaran petugas dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), seperti tidak menggunakan masker
atau sarung tangan ketika bekerja dapatmeningkatkan jumlah kasus nosokomial
karena dapat terjadi infeksi melalui udara atau tertusuk jarum bekas dan
lainnya. Pada dasarnya perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap
dari individu (Notoatmodjo, 2007).
Sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwamasih
terdapat responden yang memiliki sikap positif tetapi praktik yang kurang baik (9,4%).
Salah satu faktor yang memperkuat penyebab terjadinya perilaku responden yang
demikian adalah seorang teman. Satu orang teman melakukan pekerjaan tidak
sesuai dengan yang telah ditetapkan, orang lain cenderung untuk menirunya. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa salah satu penyebab terjadinya perubahan perilaku
adalah seorang teman (Azwar, 2007).
Bahwa dari 15 petugas
pengumpul limbah medis yang memiliki sikap negatif tetapi praktik mengumpul
limbah yang baik sebanyak 10 orang (76,9%). Hal ini disebabkan pengalaman kerja
responden yang sudah cukup lama (misalnya bekerja telah > 10 tahun) sebagai
petugas mengumpul limbah medis rumah sakit.Meskipun responden
menyatakan setuju bahwa tempat limbah medis tidak diberikan label (37,7%), akan
tetapi karena kebiasaan yang sudah lama dilakukan dan dianggap benar,
mendorongmereka untuk tetap membuang limbah pada kantong plastik yang sama
jenis dan sifatnya.Sikap yang terbentuk tergantung pada pengetahuan seseorang,
semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap sesuatu, semakin positif sikap
yang terbentuk.Pembentukan sikap responden dalam mengumpul limbah medis sesuai
dengan pengalaman pribadi di lapangan.Berdasarkan pengalaman pribadi responden
tersebut, sikap responden terhadap tempat limbah khususnya kantong pembungkus
limbah medis tidak sesuai dengan ketentuan dari Depkes RI dalam hal ketentuan
mengganti kantong plastik secara rutin dengan plastik yang bersih dan setelah
terisi penuh 2/3 bagian.Namun hal tersebut tidak merupakan suatu kesalahan yang
fatal dikarenakan Departemen Kesehatan memberikan kelonggaran kepada setiap
institusi untuk memiliki ketentuan tersendiri berkaitan dengan pengadaan tempat
penampungan limbah.
Melihat permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik
untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas
Sanitasi dengan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum DaerahKabupaten
Buol tahun 2014.
B.
Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar Belakang maka
rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “ Apakah ada HubunganPengetahuan dan sikap petugas Sanitasi
dengan Pengelolaan limbah medis diRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol”.
C.
Tujuan
Penelitian
1. Tujuan
umum
Untuk mengetahui HubunganPengetahuan dan Sanitasi dengan Pengelolaan
limbah medisRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.
2. Tujuan
khusus
a. Diketahuinya HubunganPengetahuan dan sikap petugas
Sanitasi dengan Pengelolaanlimbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Buol.
b. Untuk
mengetahui sikap petugas
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol,
penelitian pengelolaanlimbah
medis.
D.
Manfaat
Penelitian
1.
Manfaat BagiInstansi
Hasil penelitian
ini merupakan sumber informasi bagi Rumah
Sakit
dan Dinas Kesehatan Kabupaten Buol.Serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas
Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah secara umum terkait dalam rangka untuk
kepentingan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam hal penanganan limbah
medis yang aman.
2.
Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan pertimbangan
bagi institusi yang terkait khususnya yang berkaitan dengan Pengetahuan dan sikap petugas Sanitasi dengan Pengolahan
limbah medis.
3.
Manfaat Bagi Peneliti
Bagi peneliti merupakan pengalaman
berharga untuk memperluas pengetahuan dan wawasan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Pengertian
Limbah Medis
Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah medis
harus sesegera mungkin diolah setelah dihasilkan dan penyimpanan menjadi
pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah. Faktor penting dalam
penyimpanan limbah medis adalah melengkapi tempat penyimpanan dengan penutup,
menjaga areal penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis,
membatasi akses lokasi, dan pemilihan tempat yang tepat.
Arifin (2008) menyebutkan secara umum limbah medis ini termasuk
dalam kategori :
1.
Limbah Benda
Tajam
Limbah benda tajam adalah obyek
atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena,
pipetpasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan.
Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan
tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atauradio aktif.
2.
Limbah
infeksius
Limbah infeksius mencakup
pengertian sebagai berikut:
a)
Limbah yang
berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan
intensif).
b)
Limbah
laboratorium yang berkaitan dengan mikrobiologi dari rumah sakit atau ruang perawatan/isolasi
penyakit menular. Namun beberapa institusi memasukkanjuga bangkai hewan
percobaan yang terkontaminasi atau yang diduga terkontaminasi oleh organisme
pathogen ke dalam kelompok limbah infeksius.
Dalam
hal penanganan sampah medis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)memiliki kriteria
kriteria dalam melakukan pengolahan sampah medis yang diantaranya adalah
sebagai berikut:
1. Pengurangan
sampah medis yang efektif.
2. Lokasi
jauh dari area penduduk.
3. Adanya
sistem pemisahan sampah.
4. Desain
yang bagus.
5. Pembakaran
sampah mencapai suhu 1000 derajat.
6. Emisi
gas buang memenuhi standar baku mutu.
7. Perawatan
yang teratur/periodik.
8. Pelatihan
Staf dan Manajemen
Namun
umumnya alat ini didatangkan dari luar negeri yang harganya mencapai milyaran
rupiah, serta membutuhkan tenaga operator maupun teknisi yang terdidik dan
terlatih. Namun dalam pengoperasiannya cukup memakan biaya besar karena dalam
proses pemusnahan limbah membutuhkan bahan bakar dan listrik yang cukup besar
secara kontinyu. Selain itu komponen alat tidak mudah didapatkan dipasaran
dalam negeri. Sehingga cukup merepotkan takala terjadi kerusakan.
Pengelolaan
limbah medis rumah sakit, mengacu pada persyaratan
pengelolaan limbah medis padat sesuai kepmenkes no 1204/menkes/sk/x/2004
1.
Setiap sarana pelayanan
kesehatan harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.
2.
Setiap sarana
pelayanan kesehatan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang
berbahaya dan beracun.
3.
Setiap sarana
pelayanan kesehatan harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.
4.
Setiap
peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan,
pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang
berwenang.
6.
Limbah yang
akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfatkan
kembali.
7.
Limbah benda
tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi
atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah
untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
8.
Jarum dan siringes
harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
9.
Limbah medis
padat yang akan digunakan kembali harus melalui proses sterilisasi. Untuk
menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus
stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus
subtilis.
10.
Cara dan
teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan
kemampuan sarana pelayanan kesehatan dan jenis limbah medis padat yang ada,
dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan
insinerator.
11.
Limbah jarum
hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila sarana
pelayanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable),
limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses
sterilisasi.
12.
Pewadahan
limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan wadah dan
label yang telah ditentukan.
13.
Penyimpanan
limbah medis padat harus sesuai dengan iklim tropis yaitu pada musim hujan
paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
14.
Pengelola harus
mengumpulkan dan mengemas pada tempat yang kuat.
15.
Pengangkutan
limbah keluar sarana pelayanan kesehatan menggunakan kendaraan khusus.
16.
Limbah medis
padat tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah
domestik sebelum aman bagi kesehatan. (di poskan Amrullah Yara
B.
BahayaLimbah
Medis
Semua orang yang terpajan limbah
berbahaya dari fasilitas kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko termasuk
yang berada dalam fasilitas penghasil limbah dan mereka yang berada diluar
fasilitas serta memiliki pekerjaan pengelolah limbah semacam itu atau resiko
akibat kebocoran dalam sistem manajemen limbahnhya, antara lain;
1. Dokter
dan perawat
2. Pengantar
maupun pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan.
3. Tenaga
bagian pelayanan bagian pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan
kesehatan misalnya pengelolah limbah dan bagian transportasi
4. Pengawal
pada fasilitas pembuangan limbah medis.
Limbah infeksius
dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersebut dapat
memasuki tubuh manusia melalui bebrapa jalur:
1. Akibat
tusukan, lecet atau luka dikulit
2. Melalui
membran mukosa
3. Melalui
pernafasan
4. Melalui
ingesti
Di fasilitas
kesehatan, keberadaan bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan desinfektan
kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat limbah layanan kesehatan
yang buruk pengolahannya.
Contoh
plasmid dari strain laboratorium yang terkandung dalam limbah layanan kesehatan
ternyata dapat berpindah kedalam bakteri di alam melalui sistem pembuangan yang
tidak sanitar.
Kultur
patogen yang pekat dan bendah tajam yang terkontaminasi (terutama jarum suntik)
mungkin merupakan jenis limbah yang potensi bahayanya paling akut bagi
kesehatan. Bendah tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka
tusuk tetapai juga dapat menginfeksi luka jika benda ini terkontaminasi
patogen. Karena resiko ganda inilah (cidera dan penularan penyakit), benda
tajam termasuk kelompok limbah yang sangat berbahaya.
a.
Pengelolaan Limbah Medis
1.
Pemilahan
dan Pengawasan Limbah
Kunci minimisasi dan pengolahan
limbah layanan kesehatan secara efektif adalah pemilahan (segresi) dan
identifikasi limbah. Penanganan, pengolahan dan pembuangan akhir limbah
berdasarkan jenisnya akan menurunkan biaya yang dikeluarkan serta memberikan
manfaat yang lebih banyak dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pemilahan
merupakan tanggung jawab yang dibebankan pada produsen limbah dan harus
dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang dihasilkanya limbah; kondisi yang
tetap terpilah itu harus tetap dipertahankan di area penampungan dan selama
pengangkutan.
Cara yang paling tepat untuk
mengidentifikasi kategori limbah layanan kesehatan adalah dengan melakukan
pemilahan limbah berdasarkan warna kantong atau kontainer plastik yang
digunakan.
2.
Pengumpulan
Limbah Medis
Staf keperawatan dan staf klinis
lainnya harus memastikan bahwa kantong limbah harus tertutup atau terikat
dengan kuat jika sudah tiga perempat penuh. Kantong yang belum berisi tiga
perempat penuh dapat disegel dengan membuat simpul ikatan dibagian lehernya,
sementara kantong yang berat / penuh mungkin diikat dengan menggunakan label
plastik pengikat dari jenis self looking.
Kantong tidak boleh ditutup dengan cara distaples. Container bendah tajam yang
sudah ditutup harus dimasukan dalam kantong kuning berlabel untuk limbah
layanan kesehatan yang infeksius sebelum diangkat.
Limbah jangan sampai menumpuk disatu
titik pengumpulan.Program rutin untuk pengumpulannya harus ditetapkan sebagai
bahan dari rencana pengolahan limbah layanan kesehatan. Berikut bebrapa
rekomendasi khusus yang harus dipatuhi oleh tenaga pendukung yang bertugas
mengumpulkan limbah :
1. Limbah
harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekwensi yang ditetapkan).
2. Janagan
memindahkan satu kantong limbah pun kecuali labelnya memuat keterangan lokasi
produksi dan isinya.
3. Kantong
dan kontainer harus diganti segera dengan kantong dan container baru jenis yang
sama.
4. Persediaan
kantong dan container baru harus siap tersedia disemua lokasi yang menghasilkan
limbah.
3. Penampungan Limbah Medis
Lokasi penampungan untuk limbah
layanan kesehatan harus dirancang agar berada di dalam wilaya intansi layanan
kesehatan.Limbah baik dalam kantong maupun container, harus ditampung di area,
ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kualitas limbah
yang dihasilkan dan frekwensi pengumpulanya. Beberapa rekomendasi pada sistem
penampungan yaitu :
1. Lantai
yang kokoh, impermiabel, drainase baik, dan mudah dibersikan /desinfeksi.
2. Ruangan
penampungan harus tetap dikunci untuk mencegah masuknya mereka yang tidak
berkepentingan.
3. Ruangannya
harus terlindung dari sinar matahari.
4. Ruangannya
harus terlindungi dari serangga, burung dan binatang lainnya.
5. Pencahayaan
ruangan baik dan fentilasinya baik.
4. Pengangkutan Limbah
Medis
Produsen
limbah layanan kesehatan bertanggung jawab terhadap proses pengemasan yang aman
dan pelabelan yang adekuat dari limbah yang akan diangkat keluar lokasi
penghasil dan terhadap perincian di lokasi tujuannya.
1.
Formulir pengantaran harus menyertai
limbah mulai dari tempat dihasilkannya sampai ketempat pembuangan akhirnya.
Setelah perjalan tersebut selesai, pengangkut harus mengisi formulir tersebut
terutama yang memang khusus ditujukan untuknya dan mengembalikan formulir pada
produsen limbah.
2.
Organisasi pengangkutan harus terdaftar
pada pihak yang berwenang pengatur limbah.
3.
Fasilitas penanganan dan pembuangan
akhir harus memiliki izinyang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang pengatur
limbah yang memungkinkan fasiltas menangani dan membuang limbah layanan
kesehatan.
5. Pengolahan dan Pembuangan Limbah
Medis
Pilihan
pengolahan untuk limbah bendah tajam yang bersipat infeksius dan limbah
infeksius lainnya lebih tepat diinsenerasi.Tujuannya untuk menghancurkan
mikroorganisme patogen.Setelah insenerasi residu yang dihasilkan dapat
dipendam.Pemilihan metode insenerasi yang lebih efisien dan efektif untuk
limbah bendah tajam dan limbah infeksius adalah dengan menggunakan inserenasi
bilik tunggal.
6.
Petugas Sanitasi
Tenaga sanitasi Puskesmas adalah
unsur (provider) utama yang bertanggung jawab terhadap layanan sanitasi
Puskesmas. Tenaga pengelola limbah medis Puskesmas meliputi :
1.
Tenaga
pengelola limbah padat/sampah
a.
Limbah medis dari
tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga
perawat khususnya yang menyangkut pemisahan limbah medis dan non medis, sedang
ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan.
b.
Proses
pengangkutan limbah medis dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifkasi SMP
ditambah latihan khusus.
c.
Pengawasan
pengelolaan limbah medis dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1
ditambah latihan khusus.
2.
Tenaga
pengelola limbah medis
a.
Tenaga
pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses pengolahan.
b.
Kualifikasi
tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan
kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
c.
Kegiatan
pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 atau D4
ditambah latihan khusus (Depkes RI, 2002).
7.
Pengetahuan
Beberapa
hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola puskesmas, dan jadi penyebab tingginya
tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan puskesmas antara lain disebabkan, kurangnya
kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami
masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran,
kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena
menganggap bahwa pengelolaan puskesmas
untuk
menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa
yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya. Untuk itu,
upaya-upaya yang harus dilakukan puskesmas
adalah, mulai dan membiasakan untuk
mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan
(Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan
pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan
penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3.(Sebayang dkk, 1996).
Notoatmodjo (2003) dalam buku Wawan & Dewi (2011), pengetahuan atau kognitif merupakan
domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari
pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan
lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat,
yaitu :
1)
Tahu (know)
Tahu adalah merupakan tingkat
pengetahuan yang paling rendah.Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah
mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh
bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2)
Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan
dimana dapat menginterprestasikan secara benar.Orang yang telah paham terhadap
objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3)
Aplikasi (application)
Aplikasi dapat diartikan
sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi
atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini biasa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi
lain.
4)
Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu
kemampuan untuk menjalankan materi objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur
organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapt
menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan
sebagainya.
5)
Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada
suatu kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata
lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya
dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas,
dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori
atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6)
Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan
kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu
materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin
diukur dari subjek penelitian atau responden, kedalaman pengetahuan yang
ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan diatas.
8.
Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon
yang masih tertutup seseorangterhadapsuatu stimulus atau objek.Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanyakesesuaian terhadap stimulus tertentu yang
dalam kehidupan sehari-hari merupakanreaksi yang bersifat
emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakansuatu tindakan atau
aktivitas akantetapi merupakan predisposisi tindakan suatuperilaku(Notoatmodjo,
2003).
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk
bertindak sesuai dengan objek yang difikirkan (Purwanto, 1998).Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal,
suatu objek, tidak ada sikap yang tanpa objek.Manusia dapat mempunyai sikap
terhadap bermacam-macam hal. Misalnya untuk seorang muslim atau yahudi
sungguh-sungguh daging babi adalah haram, tak disukai atau dianggap kotor.
Mungkin juga seseorang bersikap demikian, apabila dikatakan bahwa ia sedang
memakan daging babi, ia akan memuntahkan keluar.
a.
Ciri-ciri Sikap
Purwanto, (1998) dalam buku Wawan & Dewi (2011) ciri-ciri sikap adalah
sebagai berikut :
1)
Sikap bukan
dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan
itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat
motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2)
Sikap dapat
berubah-ubah, oleh kerena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah
pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang
mempermudah sikap pada orang itu.
3)
Sikap tidak
dapat berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap
suatu objek. Dengan katalain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah
senantiasa berkenaan dengan suatu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4)
Objek sikap
merupakan suatu hal tertentu tetap dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal
tersebut.
Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah
yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang
dimiliki orang.
b.
Komponen Sikap
Azwar (2011) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang
yaitu sebagai berikut :
1)
Komponen
Kognitif
Komponen kogitif merupakan representasi apa yang dipercayai individu pemilik
sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan streotipe yang dimiliki setiap
individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini) terutama
apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversional.
2)
Komponen
Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek
emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan
merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin
adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif yang disamakan dengan perasaan
yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.
3)
Komponen
Konoatif
Komponen konoatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai
dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungann
untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan
berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa
sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku,
c.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Azwar (2011) sikap sosial
terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam
interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang
satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi
pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat terhadap objek
psikologis yang dihadapinya.
Berikutiniberbagai faktor yangmempengaruhi pembentukan sikap adalah
sebagai berikut :
1)
Pengalaman
pribadi
Tanggapan merupakan salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat
mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang
berkaitan dengan objek psikologis. Middlebrook (1974), mengatakan bahwa tidak
adanya pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis, cenderung
akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah
meninggalkan kesan yang kuat. Karena sikap sikap akan lebih mudah terbentuk
apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan
faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan
pengalaman akan mendalam dan lebih lama membekas. Namun, dinamika ini tidaklah
sederhana dikarenakan suatu pengalaman tunggal jarang sekali dapat menjadi
tanpa dasar pembentukan sikap.
2)
Pengaruh orang
lain yang diangap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial
yang ikut mempengaruhi sikap kita. Pada umumnya, individu cenderung untuk
memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap
penting. Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk
berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap
penting tersebut.
3)
Pengaruh
kebudayaan
Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita
terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat,
karena kebudayaan pulalah yang memberikan corak pengalaman individu-individu
yang menjadi anggota kelompok masyarakat.
4)
Media massa
Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi
individual secara langsung,namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap,
peranan media massa tidak kecil artinya.
5)
Lembaga
pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem yang mempunyai
pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya mempunyai dasar
pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
6)
Pengaruh faktor
emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman
pribadi. Terkadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh
emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
d.
Sifat Sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif
menurut Purwanto, (1998) dalam buku Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai
berikut:
1)
Sikap positif,
kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek
tertentu.
2)
Sikap negatif
terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai
objek tertentu.
e.
Tingkatan Sikap
Notoatmojo, (1996) dalam buku Wawan dan Dewi (2011) sikap terdiri
dari berbagai tingkatan yaitu sebagai berikut :
1)
Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (objek).
2)
Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas
yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu
benar atu salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3)
Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya
seorang mengajak ibu tetangga atau saudara untuk menimbang anaknya ke posyandu
atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai
sikap positif terhadap gizi anak.
4)
Bertanggung
jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala
resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau
menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tentangan dari mertua atau orang tua
sendiri.
f.
Karakteristik Sikap
Azwar (2010) sikap mempunyai karakteristik (dimensi). Berikut ini adalah
dimensi-dimensi tersebut :
1)
Sikap mempunyai
arah, artinya sikap terpilah pada dua arah. Orang yang setuju, mendukung atau memihak
terhadap suatu objek sikap berarti memliki sikap yang arahnya positif
sebaliknya orang yag tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai sikap
yang arahnya negatif.
2)
Sikap memiliki
keleluasaan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek
sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik kan tetapi
dapat pula mencakup banyak aspek yang ada pada objek sikap.
3)
Sikap memiliki
konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang
dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap termaksud.
4)
Sikap bersifat
spontanitas, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan
sikapnya secara spontan.
g.
Pengukuran Sikap
Azwar (2011), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan
sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan
sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap berisi atau
mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimat hendaknya
bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan
pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mugkin pula
dapat berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung
maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut un
favourable.
Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan
favourable dan tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan
demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif
yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap
(Azwar, 2011).
Metode yang digunakan untuk mengukur sikap menurut Azwar (2011) antara lain :
1)
Observasi
langsung
Observasi
langsung adalah dengan memperhatikan langsung pada pelakunya.
2)
Pernyataan langsung (direct question)
Ada
kelamahannya yaitu bila orang akan mengungkapkan pendapat dan jawaban yang
sebenarnya secara terbuka hanya bila situasi dan kondisi memungkinkan.
3)
Pengungkapan langsung
Metode
penanyaan langsung adalah mengungkapkan langsung (direct assesment)
secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun
dengan item ganda.
h.
Skala Sikap
Merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai obyek sikap. Dari responden yang diberikan
subyek penelitian akan disimpulkan ke arah sikap (Azwar, 2011). Menurut Hidayat (2007) skala likert dapat digunakan
dalam pengukuran sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang gejala
atau masalah yang ada dimasyarakat atau dialaminya. Dalam buku Hidayat
(2007) pengukuran
sikap dalam skala likert diungkapkan
melalui pernyataan yang
dijawab oleh responden dengan pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Untuk pernyataan favorable nilai 3
untuk pernyataan sangat setuju (SS), nilai 2
untuk pernyataan setuju (S), nilai 1
untuk tidak setuju (TS), dan nilai 0 untuk pernyataan sangat tidak setuju (STS).
Sedangkan untuk pernyataan unfavorable nilai 0untuk pernyataan sangat setuju (SS), nilai 1
untuk pernyataan setuju (S), tidak
setuju (TS) bernilai 2, dan nilai 3 untuk
pernyataan sangat tidak setuju (STS).
BAB
III
KERANGKA
KONSEP
A.
Dasar
pemikiran Variabel yang diteliti
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap petugas
sanitasi dengan Pengelolaanlimbahmedis diRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol tahun 2014.Penelitian
ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buol.Sampel diambil secara purposif yang didasarkan pada pertimbangan tertentu
yang diinginkan peneliti yaitu petugas yang bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah medis serta petugas yang bertanggung jawab
dalam kebersihan puskesmas.
B. Alur kerangka
konsep
Berdasarkan tujuan
penelitian maka kerangka konsepnya sebagai berikut :
Pengetahuan
|
Pengelolaan Limbah Medis
|
Sikap
|
Gambar 3.1
Alur kerangka konsep
Keterangan :
C. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini
yaitu :
1.
Variabel bebas
(independen) yaitu mempengaruhi keberadaan variabel terikat dalam hal ini
adalah pengetahuan dan sikap petugas sanitasi.
2.
Variabel
terikat (dependent) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dalam
hal ini adalah pengelolaanlimbah medis di Rumah Sakit.
D. Defenisi Operasional & Kriteria Obyektif
1.
Pengetahuan
a.
Definisi Operasional
Tingkat pengetahuan
yakni tingkat pemahaman atau kemampuan petugas rumah sakitdalam memahami
tentang pengelolaan limbah medis.
b.
Kriteria Objektif
1)
Cara ukur :
Wawancara
2)
Alat ukur :
Kuisioner
3)
Skala ukur : Ordinal
4)
Hasil ukur :
1 = Tingi ( jika skor jawaban responden
≥ median)
2 = Rendah( jika skor jawaban responden ≤ median)
2.
Sikap
a.
Definisi Operasional
Yakni sikappetugas rumah sakit dalam memberikan suatu reaksi untuk
melakukan pengelolaan limbah medis.
b.
Kriteria Objektif
1)
Cara ukur
: Wawancara
2)
Alat ukur
: Kuisioner
3)
Skala ukur
: Ordinal
4)
Hasil ukur
:
1 = Baik (jika skor jawaban responden≥ median)
2= Tidak baik (jika skor jawaban
responden ≤median)
3.
Pengelolaan
Limbah Medis
a.
Defenisi
Operasional
Upaya yang
dilakukan oleh petugas Rumah Sakit untuk memilah, menampung, mengangkut, dan
membuang dari berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan Rumah Sakit.
a)
Kriteria
objektif
b)
Cara ukur :
Wawancara
c)
Alat ukur : Kuesioner
d)
Skala ukur :
Ordinal
Hasil ukur : 1
= baik ( bila skor jawaban responden < median).
2
= kurang baik
(bila skor jawaban responden > median)
E.
Hipotesis
1.
Ada Hubungan dengan pengelolaan Limbah medis di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Buol.
2.
Ada
hubungan sikap dengan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buol.
BAB
IV
METODE
PENELITIAN
A.
Jenis
penelitian
Jenis
penelitian Study ini adalah Survey Analitik yang dengan rancangan Cross
Sectional yaitu suatu penelitian
untuk mempelajari dinamika hubungan variabel independen dengan variabel
dependen secara bersamaan (Notoadmojo, 2010).
B.
Tempat
dan Waktu penelitian
1.
Lokasi
Lokasi
penelitian ini dilaksanakan diRumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol Propinsi Sulawesi Tengah.
2.
Waktu
Waktu penelitian ini yaitu bulan April-Mei 2014.
C.
Populasi
dan Sampel
1.
Populasi
Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh petugas sanitasi yang telibat dalam kegiatan pengolahan limbah medis
di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Buolsebanyak 45 Orang.
2.
Sampel
Pengambilan sampel
menggunakan sistem total populasi (total
populatio) sampel dalam penelitian ini adalah semua jumlah populasi 45 orang (sampel jenuh).
D. Pengumpulan
Data
1.
Data Primer
Data primer yang diperoleh penulis dengan melakukan
observasi langsung ke lokasi penelitian pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten
Buol dengan menggunakan checklist.
2.
Data Sekunder
Yaitu
data yang diperoleh secara langsung dengan responden pada saat wawancara.
E. Analisis
Data
1.
Analisis
Univariat
Pada
tahap ini akan dilakukan analisis distribusi frekuensi, presentase baik
variabel khusus maupun variabel karakteristik umum yang dianggap terkait dengan
tujuan khusus.
2.
Analisis
Bivariat
Pada
tahap ini akan dilakukan tabulasi silang (cross
tab) antara variabel dependen dengan variabel independen. Adapun uji
statistik yang akan digunakan adalah Chi
Square sepertirumus sebagai berikut :
E
Keterangan :
O = Nilai Observasi ( Pengamatan).
E = Nila Expected (Harapan).
Df
= (b – 1 ) ( k – 1)
Keterangan :
b = jumlah baris
k =
Jumlah kolom
Kriteria penerimaan
hipotesis :
1.
Bila
nilai p ˂ 0,05 berarti Ho ditolak (ada hubungan)
2.
Bila
nilai p > 0,05 berarti Ho diterima (tidak ada hubungan)
F. Pengolahan
Data
Untuk memudahkan analisis dan pengolahan data maka digunakan bantuan Komputer dengan menggunakan program SPSS.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.
Hasil
1.
Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol terletak di
Pusat Kota Kabupaten Buol tepatnya di
Kelurahan Kali Kec. Lipunoto. Merupakan Rumah Sakit satu-satunya di Kabupaten
Buol yang memberikan Pelayanan sesuai Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit.Pada
tahun 1990 seiring dengan kebutuhan pelayanan yang semakin meningkat, maka
Rumah Sakit Umum Daerah Buol saat itu masih berstatus sebagai Puskesmas Perawatan
ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Tipe D di Kabupaten Buol Tolitoli
dengan SK Kepala kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah
SK No. : 5613/ Kanwil/YK/VI/1990. tanggal 11 Juni 1990. Dengan ditetapkannya
Undang-Undang No: 51 Tahun 1999 tentang Pemekaran Kabupaten, maka mulai saat
itu Rumah Sakit Umum Daerah Buol Menjadi satu-satunya Rumah Sakit Tipe D di Kabupaten Buol.
Pindah gedung baru tanggal 11 September 2006 dengan SK
Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah No. 445/40-28/Dinkes/Yanmed. Masih
dalam status Kelas C. Sekarang ini sedang dilaksanakan Pembangunan Rumah Sakit
Umum Daerah Buol sesuai standar Kelas C yang telah memasuki Pembangunan tahap Keempat.
1.
Visi Dan Misi
a.
Visi
Visi
Rumah Sakit UmumDaerah Kab.
Buol adalah sebagai berikut :
-
Menjadi yang terbaik di Sulawesi Tengah
b.
Misi
1.
Terbaik
dalam Profesionalisme Tenaga Kesehatan
2.
Terbaik
dalam Mutu Pelayanan Kesehatan
3.
Terbaik
dalam Kesejahteraan Pegawai
c.
Fungsi
Sebagai pusat
rujukan dan tempat pelayanan pengobatan Rumah Sakit Daerah Buol mempunyai fungsi:
1.
Menyelenggarakan
Pelayanan Medik.
2.
Menyelenggarakan
Pelayanan Penunjang Medik dan NonMedik.
3.
Menyelenggarakan
Pelayanan dan asuhan keperawatan
4.
Menyelenggarakan
Pelayanan Rujukan
5.
Menyelenggarakan
Administrasi Umum dan Keuangan.
6.
Menyelenggarakan
Penelitian dan Pengembangan.
2.
Karakteristik
Responden Dan Sampel
Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 Di RSUD Kabupaten Buol. Adapun jumlah
sampel yaitu 45 responden. Sampel yang
di peroleh dengan tehnik total sampling. Analisis
yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji
statistik Chi-Square.Karakteristik
dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap petugas sanitasi dengan
pengelolaan limbah medis.
a. Karakteristik
Responden
1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Petugas
Untuk
mengetahui distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel 5.1
berikut:
Tabel 5.1
DistribusiResponden
Berdasarkan
Jenis Kelamin
Di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Jenis
Kelamin
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Laki – Laki
|
19
|
42,2
|
2
|
Perempuan
|
26
|
57,8
|
T o t a l
|
45
|
100
|
Sumber data primer 2014
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden yang
berjenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 26
orang (57,8%) dan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang
(42,2%).
2. Karakteristik Berdasarkan Kelompok
Umur Petugas
Untuk
mengetahui distribusi responden berdasarkan kelompok
umurpada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Responden BerdasarkanKelompok Umur
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Kelompok
Umur
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
20-29 tahun
|
30
|
66,7
|
2
|
30-39 tahun
|
14
|
31,1
|
3
|
40-49 tahun
|
1
|
2,2
|
Total
|
45
|
100
|
Sumber data primer 2014
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden berdasarkan
kelompok umur dengan umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 30 orang (66,7%),
umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 14 orang (31,1%) yang berumur 40-49 tahun yaitu
sebanyak 1 orang (2,2%).
3. Karakteristik Berdasarkan Masa
Kerja Petugas
Untuk
mengetahui distribusi responden berdasarkan masa
kerja pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Masa Kerja
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
0-5 tahun
|
30
|
66,7
|
2
|
6-10 tahun
|
8
|
17,8
|
3
|
> 10 tahun
|
7
|
15,5
|
Total
|
45
|
100
|
Sumber data primer 2014
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden berdasarkan
masa kerja dengan 0-5 tahun yaitu sebanyak 30 orang (66,7%),
6-10 tahun yaitu sebanyak 8 orang (17,8%) dan > 10 tahun yaitu sebanyak 7
orang (15,5%).
4.
Karakteristik
Berdasarkan Tingkat PendidikanPetugas
Untuk mengetahui distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada tabel 5.4 berikut:
Tabel 5.4
DistribusiResponden berdasarkanTingkat Pendidikan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Tingkat
Pendidikan
|
Jumlah
|
Persentase
|
1
|
SMP
|
7
|
15,6
|
2
|
SMA
|
38
|
84,4
|
T o t a l
|
45
|
100
|
Sumber data primer 2014
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa responden berdasarkan
tingkat pendidikan dengan SMP yaitu sebanyak 7 orang (15,6%), SMA yaitu
sebanyak 38 orang (84,4%).
B.
Hasil
penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol, analisis
data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan analisis
bivariat
1.
Analisis
Univariat
b.
Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol diperoleh gambaran
pengetahuan responden sebagai berikut :
Tabel 5.5
DistribusiPetugas Berdasarkan
Pengetahuan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Pengetahuan
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Tinggi
|
34
|
75,6
|
2
|
Rendah
|
11
|
24,4
|
T o t a l
|
45
|
100
|
Sumber
data primer 2014
Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa petugas
yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 34
orang (75,6 %) dan pengetahuan cukup sebanyak 11 orang (24,4 %).
b.
Sikap
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol diperoleh gambaran
sikap responden terhadap pengelolaan sampah medis, untuk lebih jelas dapat
dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 5.6
Distribusi
Petugas Berdasarkan sikap
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Sikap
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Setuju
|
32
|
71,1
|
2
|
Tidak setuju
|
13
|
28,9
|
T o t a l
|
45
|
100
|
Sumber data primer 2014
Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa petugas yang setuju
yaitu sebanyak 32orang (71,1 %) dan tidak setuju yaitu sebanyak 13
orang (28,9 %).
Tabel
5.7
Distribusi
Petugas BerdasarkanPengelolaan
Limbah Medis
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
NO
|
Pengelolaan
|
Frekuensi (f)
|
Persentase (%)
|
1
|
Baik
|
39
|
86,7
|
2
|
Tidak Baik
|
6
|
13,3
|
T o t a l
|
45
|
100
|
Sumber data primer 2014
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa petugas
dalam pengelolaan limbah medis yang baik yaitu sebanyak
39 orang (86,7%) dan tidak
baikyaitu sebanyak 6 orang (13,3%).
2.
Analisis Bivariat
a)
Hubungan Pengetahuan Petugas
Sanitasi Dengan Pengelolaan Limbah Medis
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan petugas sanitasi dengan
pengelolaan limbah medis dapat di lihat dalam tabel 5.8 berikut :
Tabel
5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pengetahuan dan
Pengolahan LimbahMedis di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Buol
Pengetahuan
|
Pengelolaan
Limbah Medis
|
|
Total (N)
|
P. Value
|
|
||||
Baik
|
Tidak Baik
|
|
|||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
N
|
%
|
||||
Tinggi
|
31
|
91,2
|
3
|
8,8
|
|
34
|
100
|
0,118
|
|
Rendah
|
8
|
72, 7
|
3
|
27,3
|
|
11
|
100
|
||
Total
|
39
|
86,7
|
6
|
13,3
|
|
45
|
100
|
Hasil penelitian tentang hubungan Pengetahuan petugas sanitasi dengan
pengelolaan limbah medis didapatkan bahwa dari 34 responden,
petugas yang memiliki pengetahuan tinggi dengan pengelolaan limbah medis yang
baik sebanyak 31orang (91,2%), petugas yang memiliki pengetahuan yang tinggidengan pengelolaan limbah medis yang tidak
baik yaitu sebanyak 3orang (8,8%). Sedangkan dari 11 responden, petugas yang
memiliki pengetahuan rendah dengan pengelolaan limbah medis yang baik yaitu
sebanyak 8 orang (72,7%), petugas yang memiliki pengetahuan rendah dengan
pengelolaan limbah yang tidak baik yaitu sebanyak 3 orang (27,3%).
Hasil uji statistic Chi
Square,
diperoleh nilai P=0,118 (P>0,005), berarti secara statistik Ho diterima, maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pengelolaan limbah
medis di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Buol.
b)
Hubungan Sikap Petugas
Sanitasi Dengan Pengelolaan Limbah Medis
Untuk mengetahui hubungan sikap petugas sanitasi
dengan pengelolaan limbah medis dapat di lihat dalam tabel 5.9 berikut :
Tabel
5.9
Distribusi Responden Berdasarkan
Hubungan Sikap dan
PengelolaanLimbahMedis
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol
Sikap
|
Pengelolaan Limbah
Medis
|
|
Total (N)
|
P. Value
|
|
||||
Baik
|
Tidak Baik
|
|
|||||||
F
|
%
|
F
|
%
|
N
|
%
|
||||
Setuju
|
27
|
84,4
|
5
|
15,6
|
|
32
|
100
|
0,478
|
|
Tidak Setuju
|
12
|
92,3
|
1
|
7,7
|
|
13
|
100
|
||
Total
|
39
|
86,7
|
6
|
13,3
|
|
45
|
100
|
Hasil penelitian tentang hubungan sikap dengan pengelolaan limbah
medis, diperoleh bahwa dari 32 responden yang memiliki sikap setuju dengan pengelolaan limbah yang baik
yaitu sebanyak 27 orang (84,4%), petugas
yang memiliki sikap setuju dengan pengelolaan limbah yangtidak baik yaitu
sebanyak 5 orang (15,6%). Sedangkan dari 13 responden, petugas yang memiliki
sikap tidak setuju dengan pengelolaan limbah medis yang baik yaitu sebanyak 12
orang (92,3%), petugas yang memiliki sikap tidak setuju dengan pengelolaan
limbah yang tidak baik yaitu sebanyak 1 orang (7,7%).
Hasil uji statistic Chi
Square,
diperoleh nilai P=0,478 (P>0,005), berarti secara statistik Ho diterima, maka tidak ada hubungan antarasikap dengan pengelolaan limbah
medis di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Buol.
c.
Pembahasan
1.
Hubungan Pengetahuan
dengan Pengelolaan Limbah Medis
Dari Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pengelolaan limbah
medis. Dimana
dari 45 petugas sebagai responden ada sebanyak 34 orang (75,6%) memiliki
tingkat pengetahuan yang tinggi, sedangkan sebanyak 11 orang (24,4%) memiliki
tingkat pengetahuan yang rendah.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa petugas
yang memiliki pengetahuan yang tinggi dengan pengelolaan limbah yang baik jumlahnya
relatif lebih besar yaitu sebanyak 31orang (91,2%) dibandingkan dengan petugas yang memiliki
pengetahuan rendah dengan pengelolaan limbah yang baik yaitu sebanyak 8 orang
(72,7%). Responden tentang pengelolaan sampah
dibangun berdasar kemampuan berpikir sesuai dengan kenyataan yang responden
lihat dan temukan di lingkungan sekitar responden berada.Hal ini menunjukkan
bahwa pengetahuan merupakan hasil seseorang melakukan penginderaan terhadap
obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan responden mengenai cara
pengelolaan limbah yaitu penampungan dan pemusnahan dengan memisahkan limbah
medis dengan non medis, sehingga responden sepakat bahwa antara tempat sampah
medis dan non medis harus berbeda. Hal ini sesuai dengan tata cara penanganan
limbah bahwa limbah dari setiap ruang/unit harus dipisahkan sesuai dengan
kategori atau jenis limbah dan dimasukkan ke dalam tempat penampungan limbahyang
telah disediakan oleh staf/personil yang bekerja pada ruang/unit yang
bersangkutan (Bagoes, dkk, 2003).
2.
Hubungan Sikap Petugas dengan Pengelolaan Limbah Medis
Dari
Hasil analisis
univariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan
antara pengetahuan dengan pengelolaan limbah medis. Dimana dari 45 petugas sebagai responden ada sebanyak 32 orang (71,1%)
memiliki sikap setuju, sedangkan sebanyak 13 orang (28,9%) memilikisikap tidak setuju.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
petugas yang memiliki sikap setuju dengan pengelolaan limbah yang baik
jumlahnya relatif lebih besar yaitu sebanyak 27orang (84,4%) dibandingkan dengan petugas yang memiliki
sikap tidak setuju dengan pengelolaan limbah yang baik yaitu sebanyak 12 orang
(92,3%). Hal ini disebabkan pengalaman kerja responden yang sudah cukup
lama (misalnya bekerja telah > 10 tahun) sebagai petugas mengumpul limbah
medis rumah sakit., akan tetapi karena kebiasaan yang sudah lama dilakukan dan
dianggap benar, mendorong mereka untuk tetap membuang limbah pada kantong
plastik yang sama jenis dan sifatnya. Sikap yang terbentuk tergantung pada
pengetahuan seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap sesuatu,
semakin positif sikap yang terbentuk.Pembentukan sikap responden dalam mengolah limbah
medis sesuai dengan pengalaman pribadi di lapangan.Berdasarkan pengalaman
pribadi responden tersebut, sikap responden terhadap tempat limbah khususnya
kantong pembungkus limbah medis tidak sesuai dengan ketentuan dari Depkes RI
dalam hal ketentuan mengganti kantong plastik secara rutin dengan plastik yang
bersih dan setelah terisi penuh 2/3 bagian.Namun hal tersebut tidak merupakan
suatu kesalahan yang fatal dikarenakan Departemen Kesehatan memberikan
kelonggaran kepada setiap institusi untuk memiliki ketentuan tersendiri
berkaitan dengan pengadaan tempat limbah medis. Keberadaan tempat sampah limbah
medis yang sudah dalam kondisi kurang memadai, akan berpengaruh terhadap
perilaku petugas dalam melakukan pengumpulan limbah medis (Burhanuddin, 2010).
Sebagian besar petugas menyatakan bahwa terdapat tempat sampah limbah medis,
tempat yang tersedia berbeda warna dan
dilengkapi dengan kantong plastik. Ketersediaan fasilitas yang berkaitan
langsung dengan pekerjaan pengumpulan limbah medis akan diikuti dengan tindakan
yang baik oleh petugas.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Idkha, (2009) di Rumah
Sakit Khusus di Surabaya Timur menunjukkan bahwa pihak rumah sakit melakukan
mitra pengolahan limbah medis dengan cara memenuhi biaya yang ditawarkan. Hasil
penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan fasilitas
dengan praktik pengumpul limbah medis.Hal ini tidak sesuai dengan hasil
penelitian Retno, (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara
ketersediaan fasilitas dengan perilaku pengumpul limbah di RSUP Dr.
Sardjito.Hasil penelitian Purwoutomo (2004) menyatakan bahwa ada hubungan
antara ketersediaan fasilitas dengan praktek pengumpul sampah medis di RSD
Raden Soejati.Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk
terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Tim kerja dari WHO menyatakan bahwa penyebab seseong berperilaku
tertentu salah satunya adalah keberadaan sumber daya.Surnber daya di sini
mencakup.keberadaan fasilitas (Notoatmodjo, 2003).
Keberadaan
tempat sampah limbah medis yang sudah dalam kondisi kurang memadai, akan
berpengaruh terhadap perilaku petugas dalam melakukan pengumpulan sampah.Sebagian
besar petugas menyatakan bahwa terdapat tempat sampah limbah medis, tempat
sampah yang tersedia berbeda warna dan dilengkapi dengan kantong plastik.
Ketersediaanfasilitas yang berkaitan langsung dengan pekerjaan pengumpulan
limbah medis akan diikuti dengan tindakan yang baik oleh petugas..Hal ini
dipengaruhi komitmen dan pengalaman kerja yang sudah cukup lama pada petugas
dalam mengumpul limbah medis.Penyediaan fasilitas tentu menjadi tanggung jawab
pihak rumah sakit sehingga diperlukan perhatian dan pengawasan pihak manajemen
khususnya dalam pengelolaan limbah medis.Selain itu, kepada petugas pengumpul
sampah limbah medis agar tetap komitmen dalam menjaga dan menggunakan fasilitas
penunjang pekerjaan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian hubungan pengetahuan
dan sikap petugas sanitasi dengan pengelolaan limbah medis di RSUD Kabupaten
Buol, maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
1.
Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pengelolaan
limbah medis,
dengan nilai P Value = 0,118 (P Value >0,05).
2.
Tidak Ada hubungan antara sikap dengan pengelolaan limbah
medis, dengan nilai P
Value = 0,478 (P Value >0,05).
B.
Saran
1.
Bagi Instansi manajemen RSUD
Kabupaten Buol lebih memperhatikan
tingkat pengetahuan petugas agar mereka dapat berpraktik yang baik dalam
mengumpul limbah medis, Perlunya perhatian pihak manajemen RSUD Kabupaten Buol dalam meningkatkan sikap petugas agar
berpraktik yang baik dalam mengumpul limbah medis. Pentingnya perhatian dan
pengawasan dari pihak manajemen RSUD Kabupaten
Buol dalam penyediaan fasilitas bagi petugas serta pentingnya komitmen
petugas dalam menggunakan fasilitas tersebut yang telah disediakan oleh pihak
rumah sakit.
2.
Bagi institusi pendidikan
(akademik) agar menyediakan literature-literatur yang lebih memadai untuk
keperluan penelitian sehingga dengan literature yang lebih memadai maka
kualitas penelitian akan lebih ditingkatkan.
3.
Bagi peneliti selanjutnya
agar mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan variable-variabel.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim.2014.
Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah
Sakit.(online:http: //www.Klinikmedis.com.. diakses 31 januari 2014).
Arifin, M. 2008, Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan.
FKUI
Anonim. 2014.prosedur-pengelolaan-limbah-medis.(online:http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/.html
di akses 29 januari 2014).
Anonim.2012.Pengertian Sanitasi.(online:Http://Www.Reimie.Com/2012/10/.Htmldiakses
12 desember 2013).
Anonim.2012.PersyaratanPengelolaanLimbahPadat.(online:Http://Seramoealasyiie.Blogspot.Com/2012/08/.Htmldiakses 15februari
2014).
Anonim.2013.Penanganan Limbah Medis. (online:http: //faisalramdan,
wordpress.com diakses 10 juni 2013).
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak Lingkungan.
Bagoes, dkk. (2003). Perilaku
Petugas Kebersihan Rumah Sakit dalam Pengelolaan Sampah di RS. Nirmala Suri Sukoharjo. Jurnal
Unismus
Burhanuddin, (2010) , Analisis Dampak
Llingkungan rumah sakit yang tidak memenuhi standar. Jurnal Kesehatan
Lingkungan
Chin JMD. 2000 Manual Pemberantasan penyakit menular.
Jakarta : American Public Health
Association.
Departemen Kesehatan Republik
Indonesia. 1991. Kategori Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Pedoman
sanitasi rumah sakit di indonesia. Direktor jenderal PPM & PL dan Direktorat pelayanan medik.
Jakarta.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 1999 Info Rumah Sakit dengan Paradigma Sehat Baru
Kita Wujudkan Visi Sehat 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Lokakarya
penanganan limbah Medis Tajam & Pelayanan Kesehatan Dasar.Jakarta.
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Persyaratan
Kesehatan Lingkungan rumah Sakit. Kepmenkes No.1240 / Menkes / SK / X /
2004. Jakarta.
Idkha, (2009). Analisis Pengolahan
limbah medis di Rumah Sakit Khusus diSurabaya Timur. Surabaya
Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta
: Rineka Cipta.
Pruss A, Giroul T, Rushbrook. 2005. Pengolahan aman limbah layanan kesehatan.
Jakarta : EGC
Retno, (2005). Tugas Akhir Penelitian
di RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta : UGM.
0 komentar:
Posting Komentar