Senin, 21 Desember 2015

SKRIPSI
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP PETUGAS SANITASI DENGAN PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS DI RUMAH SAKIT


BAB I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomis. Masyarakat berperan serta, baik secara perseorangan maupun terorganisasi dalam segala bentuk dan tahapan pembangunan kesehatan dalam rangka membantu mempercepat pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Peran serta mencakup keikutsertaan secara aktif dan kreatif (Kemenkes 2009).
Perwujudan derajat kesehatan masyarakat indonesia ditandai dengan meningkatnya kualitas kehidupan yang layak dan bermanfaat serta memberi perhatian utama pada tercukupinya kebutuhan dasar diantaranya kebutuhan dalam bidang kesehatan melalui pembetukan lingkungan dan perilaku sehat dengan pendekatan paradigma sehat. Perilaku masyarakat indonesia yang diharapkan adalah perilaku proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah resiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat. Dengan demikian maka diharapkan terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis.
Dewasa ini limbah medis merupakan masalah yang cukup  serius, terutama dikota-kota besar. Sehingga banyak upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah, swasta maupun secara swadaya oleh masyarakat untuk menanggulanginya, dengan cara mengurangi, mendaur ulang maupun memusnahkannya. Namun semua itu hanya bisa dilakukan bagi limbah yang dihasilkan oleh rumah tangga saja.Lain halnya dengan limbah yang dihasilkan dari upaya medisseperti Puskesmas, Poliklinik, dan Rumah Sakit.
Berdasarkan kajian WHO (1999), rata-rata produksi limbahrumah sakit/puskesmas di negara-negara berkembang sekitar 1-3 kg/.hari, sementara di negara-negara maju (Eropa, Amerika) mencapai 5-8 kg/.hari. Sedangkan berdasarkan kajian dan perkiraan Departemen KesehatanRepublik Indonesia timbulan limbah medis dalam satu tahun berkisar 8.132 ton dari 1.686 Rumah Sakit seluruh Indonesia. Pada tahun 2003, timbulan limbah medis dari Rumah Sakit sekitar 0,14 kg/hari. Komposisi limbah medis ini antara lain terdiri dari: 80% limbah non infeksius, 15% limbah patologi & infeksius, 1% limbah benda tajam, 3% limbah kimia & farmasi, >1% tabung & termometer pecah (Ditjen PP & PL, 2011).
Sementara berdasarkan kajian Departemen Kesehatan Republik Indonesia dan WHO, pada tahun 2009 di 6 Rumah sakit/Puskesmas di Kota Medan, Bandung dan Makasar, menunjukkan bahwa 65% Rumah Sakit telah melakukan pemilahan antara limbah medis dan limbah domestik (kantong plastik kuning dan hitam), tetapi masih sering terjadi salah tempat dan sebesar 65% Rumah Sakit memiliki insinerator dengan suhu pembakaran antara 530 – 800 ºC, akan tetapi hanya 75% yang berfungsi. Pengelolaan abu belum dilakukan dengan baik. Selain itu belum ada informasi akurat timbulan limbah medis karena 98% Rumah Sakit belum melakukan pencatatan(Ditjen PP & PL, 2011).
Dalam hal ini pengelolaan limbah medis haruslah dengan menggunakan cara pembakaran, perlu dijaga keutuhan kemasannya pada waktu sampah tersebut ditangani. Banyak sistem pembakaran atau insenerasi yang menggunakan peralatan mekanik.Namun, usahakan untuk melakukan pengolahan limbah medis yang sesuai dengan peraturan berlaku dan pengolahan ramah lingkungan.(Ditjen PP & PL, 2011).
Menurut penelitian terdahulu yang dilakukan Retno (2005) di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol, menyatakan bahwa berdasarkan hasil uji chi square diperoleh p=0,000, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap pengumpul limbah. Berdasarkan hasil uji chisquare diperoleh bahwa p=0,003, yang berarti ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan fasilitas  dengansikap pengumpul limbah.Limbah medis yang dihasilkan rumah sakit  dapat berdampak negatif terhadap kesehatan masyarakat apabila penanganan limbahnya tidak sesuai dengan Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004, misalnya tidak dilakukan pemisahan antara limbah medis dengan non medis, tempat penampungan sampah di masing-masing ruangan tidak memenuhi standar, petugas pengumpul limbah medis tidak memakai Alat Pelindung Diri (APD), pengangkutan limbah medis menuju ke tempat pembuangan sementara menggunakan troli/gerobak terbuka, jalur yang digunakan adalah jalur umum yang biasa digunakan untuk pasien dan pengunjung rumah sakit, tidak ada label baik di tempat sampah  maupun di troli. Limbah medis dapat menyebabkan kasus nosokomial. Kasus nosokomial dapat terjadi di bagian kesehatan lingkungan rumah sakit melalui pencemaran limbah rumah sakit, khususnya petugas pengumpul limbah yang bersentuhan langsung pada proses pengumpulan dan pengelolaan limbah tersebut. Sejalan dengan hasil penelitian Burhanuddin tahun 2010 di Jawa Timur, menunjukkan bahwa rumah sakit yang sanitasi lingkungannya tidak memenuhi standar Kepmenkes RI No. 1204 tahun 2004 akan mendukung meningkatnya kasus nosokomial. Pola perilaku petugas yang kurang memperhatikan aspek sanitasi lingkungan seperti tidak melakukan pemisahan limbah sesuai jenisnya, tidak melewati jalur khusus limbah dan lainnya serta kurangnya kesadaran petugas dalam penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), seperti tidak menggunakan masker atau sarung tangan ketika bekerja dapatmeningkatkan jumlah kasus nosokomial karena dapat terjadi infeksi melalui udara atau tertusuk jarum bekas dan lainnya. Pada dasarnya perilaku didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap dari individu (Notoatmodjo, 2007).
Sejalan dengan penelitian yang menyatakan bahwamasih terdapat responden yang memiliki sikap positif tetapi praktik yang kurang baik (9,4%). Salah satu faktor yang memperkuat penyebab terjadinya perilaku responden yang demikian adalah seorang teman. Satu orang teman melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan yang telah ditetapkan, orang lain cenderung untuk menirunya. Hal ini sesuai dengan teori bahwa salah satu penyebab terjadinya perubahan perilaku adalah seorang teman (Azwar, 2007).
Bahwa dari 15 petugas pengumpul limbah medis yang memiliki sikap negatif tetapi praktik mengumpul limbah yang baik sebanyak 10 orang (76,9%). Hal ini disebabkan pengalaman kerja responden yang sudah cukup lama (misalnya bekerja telah > 10 tahun) sebagai petugas mengumpul limbah medis rumah sakit.Meskipun responden menyatakan setuju bahwa tempat limbah medis tidak diberikan label (37,7%), akan tetapi karena kebiasaan yang sudah lama dilakukan dan dianggap benar, mendorongmereka untuk tetap membuang limbah pada kantong plastik yang sama jenis dan sifatnya.Sikap yang terbentuk tergantung pada pengetahuan seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap sesuatu, semakin positif sikap yang terbentuk.Pembentukan sikap responden dalam mengumpul limbah medis sesuai dengan pengalaman pribadi di lapangan.Berdasarkan pengalaman pribadi responden tersebut, sikap responden terhadap tempat limbah khususnya kantong pembungkus limbah medis tidak sesuai dengan ketentuan dari Depkes RI dalam hal ketentuan mengganti kantong plastik secara rutin dengan plastik yang bersih dan setelah terisi penuh 2/3 bagian.Namun hal tersebut tidak merupakan suatu kesalahan yang fatal dikarenakan Departemen Kesehatan memberikan kelonggaran kepada setiap institusi untuk memiliki ketentuan tersendiri berkaitan dengan pengadaan tempat penampungan limbah.
Melihat permasalahan tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Petugas Sanitasi dengan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum DaerahKabupaten Buol tahun 2014.
B.            Rumusan Masalah
               Berdasarkan latar Belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu “ Apakah ada HubunganPengetahuan dan sikap petugas Sanitasi dengan Pengelolaan limbah medis diRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol”.

C.           Tujuan Penelitian
1.   Tujuan umum
              Untuk mengetahui HubunganPengetahuan dan Sanitasi dengan Pengelolaan limbah medisRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.
2.   Tujuan khusus
a.       Diketahuinya HubunganPengetahuan dan sikap petugas Sanitasi dengan Pengelolaanlimbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.
b.      Untuk mengetahui sikap petugas Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol, penelitian pengelolaanlimbah medis.
D.           Manfaat Penelitian
1.        Manfaat BagiInstansi
Hasil penelitian ini merupakan sumber informasi bagi Rumah Sakit dan Dinas Kesehatan Kabupaten Buol.Serta diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah secara umum terkait dalam rangka untuk kepentingan perencanaan dan pengambilan keputusan dalam hal penanganan limbah medis yang aman.



2.        Manfaat Bagi Institusi
Sebagai bahan pertimbangan bagi institusi yang terkait khususnya yang berkaitan dengan Pengetahuan dan sikap petugas Sanitasi dengan Pengolahan limbah medis.
3.        Manfaat Bagi Peneliti
              Bagi peneliti merupakan pengalaman berharga untuk memperluas pengetahuan dan wawasan.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.           Pengertian Limbah Medis
                          Limbah medis adalah hasil buangan dari suatu aktivitas medis. Limbah medis harus sesegera mungkin diolah setelah dihasilkan dan penyimpanan menjadi pilihan terakhir jika limbah tidak dapat langsung diolah. Faktor penting dalam penyimpanan limbah medis adalah melengkapi tempat penyimpanan dengan penutup, menjaga areal penyimpanan limbah medis tidak tercampur dengan limbah non-medis, membatasi akses lokasi, dan pemilihan tempat yang tepat.
Arifin (2008) menyebutkan secara umum limbah medis ini termasuk dalam kategori :
1.    Limbah Benda Tajam
Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik, perlengkapan intravena, pipetpasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang terbuang mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atauradio aktif.


2.    Limbah infeksius
Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:
a)        Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan intensif).
b)        Limbah laboratorium yang berkaitan dengan mikrobiologi dari rumah sakit atau ruang perawatan/isolasi penyakit menular. Namun beberapa institusi memasukkanjuga bangkai hewan percobaan yang terkontaminasi atau yang diduga terkontaminasi oleh organisme pathogen ke dalam kelompok limbah infeksius.
Dalam hal penanganan sampah medis Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)memiliki kriteria kriteria dalam melakukan pengolahan sampah medis yang diantaranya adalah sebagai berikut:
1.    Pengurangan sampah medis yang efektif.
2.    Lokasi jauh dari area penduduk.
3.    Adanya sistem pemisahan sampah.
4.    Desain yang bagus.
5.    Pembakaran sampah mencapai suhu 1000 derajat.
6.    Emisi gas buang memenuhi standar baku mutu.
7.    Perawatan yang teratur/periodik.
8.    Pelatihan Staf dan Manajemen
Namun umumnya alat ini didatangkan dari luar negeri yang harganya mencapai milyaran rupiah, serta membutuhkan tenaga operator maupun teknisi yang terdidik dan terlatih. Namun dalam pengoperasiannya cukup memakan biaya besar karena dalam proses pemusnahan limbah membutuhkan bahan bakar dan listrik yang cukup besar secara kontinyu. Selain itu komponen alat tidak mudah didapatkan dipasaran dalam negeri. Sehingga cukup merepotkan takala terjadi kerusakan.
Pengelolaan limbah medis rumah sakit, mengacu pada persyaratan pengelolaan limbah medis padat sesuai kepmenkes no 1204/menkes/sk/x/2004
1.         Setiap sarana pelayanan kesehatan harus melakukan reduksi limbah dimulai dari sumber.
2.         Setiap sarana pelayanan kesehatan harus mengelola dan mengawasi penggunaan bahan kimia yang berbahaya dan beracun.
3.         Setiap sarana pelayanan kesehatan harus melakukan pengelolaan stok bahan kimia dan farmasi.
4.         Setiap peralatan yang digunakan dalam pengelolaan limbah medis mulai dari pengumpulan, pengangkutan, dan pemusnahan harus melalui sertifikasi dari pihak yang berwenang.
5.         Pemilahan limbah harus dimulai dari sumber yang menghasilkan limbah.
6.         Limbah yang akan dimanfaatkan kembali harus dipisahkan dari limbah yang tidak dimanfatkan kembali.
7.         Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya. Wadah tersebut harus anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka sehingga orang yang tidak berkepentingan tidak dapat membukanya.
8.         Jarum dan siringes harus dipisahkan sehingga tidak dapat digunakan kembali.
9.         Limbah medis padat yang akan digunakan kembali harus melalui proses sterilisasi. Untuk menguji efektifitas sterilisasi panas harus dilakukan tes Bacillus stearothermophilus dan untuk sterilisasi kimia harus dilakukan tes Bacillus subtilis.
10.     Cara dan teknologi pengolahan atau pemusnahan limbah medis padat disesuaikan dengan kemampuan sarana pelayanan kesehatan dan jenis limbah medis padat yang ada, dengan pemanasan menggunakan otoklaf atau dengan pembakaran menggunakan insinerator.
11.     Limbah jarum hipodermik tidak dianjurkan untuk dimanfaatkan kembali. Apabila sarana pelayanan kesehatan tidak mempunyai jarum yang sekali pakai (disposable), limbah jarum hipodermik dapat dimanfaatkan kembali setelah melalui proses sterilisasi.
12.     Pewadahan limbah medis padat harus memenuhi persyaratan dengan menggunakan wadah dan label yang telah ditentukan.
13.     Penyimpanan limbah medis padat harus sesuai dengan iklim tropis yaitu pada musim hujan paling lama 48 jam dan musim kemarau paling lama 24 jam.
14.     Pengelola harus mengumpulkan dan mengemas pada tempat     yang kuat.
15.     Pengangkutan limbah keluar sarana pelayanan kesehatan menggunakan kendaraan khusus.
16.     Limbah medis padat tidak diperbolehkan dibuang langsung ke tempat pembuangan akhir limbah domestik sebelum aman bagi kesehatan. (di poskan Amrullah Yara
B.            BahayaLimbah Medis
               Semua orang yang terpajan limbah berbahaya dari fasilitas kemungkinan besar menjadi orang yang beresiko termasuk yang berada dalam fasilitas penghasil limbah dan mereka yang berada diluar fasilitas serta memiliki pekerjaan pengelolah limbah semacam itu atau resiko akibat kebocoran dalam sistem manajemen limbahnhya, antara lain;
1.   Dokter dan perawat
2.   Pengantar maupun pasien yang menjalani perawatan di instansi layanan kesehatan.
3.   Tenaga bagian pelayanan bagian pendukung yang bekerja sama dengan instansi layanan kesehatan misalnya pengelolah limbah dan bagian transportasi
4.   Pengawal pada fasilitas pembuangan limbah medis.
Limbah infeksius dapat mengandung berbagai macam mikroorganisme patogen. Patogen tersebut dapat memasuki tubuh manusia melalui bebrapa jalur:
1.      Akibat tusukan, lecet atau luka dikulit
2.      Melalui membran mukosa
3.      Melalui pernafasan
4.      Melalui ingesti                
Di fasilitas kesehatan, keberadaan bakteri yang resisten terhadap antibiotik dan desinfektan kimia juga dapat memperbesar bahaya yang muncul akibat limbah layanan kesehatan yang buruk pengolahannya.
Contoh plasmid dari strain laboratorium yang terkandung dalam limbah layanan kesehatan ternyata dapat berpindah kedalam bakteri di alam melalui sistem pembuangan yang tidak sanitar.
Kultur patogen yang pekat dan bendah tajam yang terkontaminasi (terutama jarum suntik) mungkin merupakan jenis limbah yang potensi bahayanya paling akut bagi kesehatan. Bendah tajam tidak hanya dapat menyebabkan luka gores maupun luka tusuk tetapai juga dapat menginfeksi luka jika benda ini terkontaminasi patogen. Karena resiko ganda inilah (cidera dan penularan penyakit), benda tajam termasuk kelompok limbah yang sangat berbahaya.
a.              Pengelolaan Limbah Medis
1.        Pemilahan dan Pengawasan Limbah
               Kunci minimisasi dan pengolahan limbah layanan kesehatan secara efektif adalah pemilahan (segresi) dan identifikasi limbah. Penanganan, pengolahan dan pembuangan akhir limbah berdasarkan jenisnya akan menurunkan biaya yang dikeluarkan serta memberikan manfaat yang lebih banyak dalam melindungi kesehatan masyarakat. Pemilahan merupakan tanggung jawab yang dibebankan pada produsen limbah dan harus dilakukan sedekat mungkin dengan tempat yang dihasilkanya limbah; kondisi yang tetap terpilah itu harus tetap dipertahankan di area penampungan dan selama pengangkutan.
               Cara yang paling tepat untuk mengidentifikasi kategori limbah layanan kesehatan adalah dengan melakukan pemilahan limbah berdasarkan warna kantong atau kontainer plastik yang digunakan.
2.        Pengumpulan Limbah Medis
               Staf keperawatan dan staf klinis lainnya harus memastikan bahwa kantong limbah harus tertutup atau terikat dengan kuat jika sudah tiga perempat penuh. Kantong yang belum berisi tiga perempat penuh dapat disegel dengan membuat simpul ikatan dibagian lehernya, sementara kantong yang berat / penuh mungkin diikat dengan menggunakan label plastik pengikat dari jenis self looking. Kantong tidak boleh ditutup dengan cara distaples. Container bendah tajam yang sudah ditutup harus dimasukan dalam kantong kuning berlabel untuk limbah layanan kesehatan yang infeksius sebelum diangkat.
               Limbah jangan sampai menumpuk disatu titik pengumpulan.Program rutin untuk pengumpulannya harus ditetapkan sebagai bahan dari rencana pengolahan limbah layanan kesehatan. Berikut bebrapa rekomendasi khusus yang harus dipatuhi oleh tenaga pendukung yang bertugas mengumpulkan limbah :
1.    Limbah harus dikumpulkan setiap hari (atau sesuai frekwensi yang ditetapkan).
2.    Janagan memindahkan satu kantong limbah pun kecuali labelnya memuat keterangan lokasi produksi dan isinya.
3.    Kantong dan kontainer harus diganti segera dengan kantong dan container baru jenis yang sama.
4.    Persediaan kantong dan container baru harus siap tersedia disemua lokasi yang menghasilkan limbah.
3.  Penampungan Limbah Medis
               Lokasi penampungan untuk limbah layanan kesehatan harus dirancang agar berada di dalam wilaya intansi layanan kesehatan.Limbah baik dalam kantong maupun container, harus ditampung di area, ruangan atau bangunan terpisah yang ukurannya sesuai dengan kualitas limbah yang dihasilkan dan frekwensi pengumpulanya. Beberapa rekomendasi pada sistem penampungan yaitu :
1.    Lantai yang kokoh, impermiabel, drainase baik, dan mudah dibersikan /desinfeksi.
2.    Ruangan penampungan harus tetap dikunci untuk mencegah masuknya mereka yang tidak berkepentingan.
3.    Ruangannya harus terlindung dari sinar matahari.
4.    Ruangannya harus terlindungi dari serangga, burung dan binatang lainnya.
5.    Pencahayaan ruangan baik dan fentilasinya baik.
4.  Pengangkutan Limbah Medis
               Produsen limbah layanan kesehatan bertanggung jawab terhadap proses pengemasan yang aman dan pelabelan yang adekuat dari limbah yang akan diangkat keluar lokasi penghasil dan terhadap perincian di lokasi tujuannya.
1.         Formulir pengantaran harus menyertai limbah mulai dari tempat dihasilkannya sampai ketempat pembuangan akhirnya. Setelah perjalan tersebut selesai, pengangkut harus mengisi formulir tersebut terutama yang memang khusus ditujukan untuknya dan mengembalikan formulir pada produsen limbah.
2.         Organisasi pengangkutan harus terdaftar pada pihak yang berwenang pengatur limbah.
3.         Fasilitas penanganan dan pembuangan akhir harus memiliki izinyang dikeluarkan oleh pihak yang berwenang pengatur limbah yang memungkinkan fasiltas menangani dan membuang limbah layanan kesehatan.
5.    Pengolahan dan Pembuangan Limbah Medis
   Pilihan pengolahan untuk limbah bendah tajam yang bersipat infeksius dan limbah infeksius lainnya lebih tepat diinsenerasi.Tujuannya untuk menghancurkan mikroorganisme patogen.Setelah insenerasi residu yang dihasilkan dapat dipendam.Pemilihan metode insenerasi yang lebih efisien dan efektif untuk limbah bendah tajam dan limbah infeksius adalah dengan menggunakan inserenasi bilik tunggal.
6.        Petugas Sanitasi
Tenaga sanitasi Puskesmas adalah unsur (provider) utama yang bertanggung jawab terhadap layanan sanitasi Puskesmas. Tenaga pengelola limbah medis Puskesmas meliputi :
1.    Tenaga pengelola limbah padat/sampah
a.         Limbah medis dari tiap unit pelayanan fungsional dalam rumah sakit dikumpulkan oleh tenaga perawat khususnya yang menyangkut pemisahan limbah medis dan non medis, sedang ruang lain dapat dilakukan oleh tenaga kebersihan.
b.        Proses pengangkutan limbah medis dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifkasi SMP ditambah latihan khusus.
c.         Pengawasan pengelolaan limbah medis dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
2.    Tenaga pengelola limbah medis
a.         Tenaga pelaksana meliputi pengawas sistem plumbing dan operator proses pengolahan.
b.        Kualifikasi tenaga untuk kegiatan tersebut dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D1 ditambah latihan khusus.
c.         Kegiatan pengawasan dilakukan oleh tenaga sanitasi dengan kualifikasi D3 atau D4 ditambah latihan khusus (Depkes RI, 2002).
7.        Pengetahuan
Beberapa hal yang patut jadi pemikiran bagi pengelola puskesmas, dan jadi penyebab tingginya tingkat penurunan kualitas lingkungan dari kegiatan puskesmas antara lain disebabkan, kurangnya kepedulian manajemen terhadap pengelolaan lingkungan karena tidak memahami masalah teknis yang dapat diperoleh dari kegiatan pencegahan pencemaran, kurangnya komitmen pendanaan bagi upaya pengendalian pencemaran karena menganggap bahwa pengelolaan puskesmas untuk menghasilkan uang bukan membuang uang mengurusi pencemaran, kurang memahami apa yang disebut produk usaha dan masih banyak lagi kekurangan lainnya. Untuk itu, upaya-upaya yang harus dilakukan puskesmas  adalah, mulai dan membiasakan untuk mengidentifikasi dan memilah jenis limbah berdasarkan teknik pengelolaan (Limbah B3, infeksius, dapat digunapakai atau guna ulang). Meningkatkan pengelolaan dan pengawasan serta pengendalian terhadap pembelian dan penggunaan, pembuangan bahan kimia baik B3 maupun non B3.(Sebayang dkk, 1996).
Notoatmodjo (2003) dalam buku Wawan & Dewi (2011), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yaitu :
1)      Tahu (know)
Tahu adalah merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.Tahu diartikan sebagai suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
2)      Memahami (Comprehention)
Memahami artinya sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang obyek yang diketahui dan dimana dapat menginterprestasikan secara benar.Orang yang telah paham terhadap objek atau materi terus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan dan sebagainya terhadap suatu objek yang dipelajari.
3)      Aplikasi (application)
Aplikasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi ini biasa diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam konteks atau situasi lain.
4)      Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjalankan materi objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam struktur organisasi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata kerja, dapt menggambarkan (membuat bagan), membedakan, memisahkan, mengelompokan, dan sebagainya.
5)      Sintesis (syntesis)
Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan untuk meletakkan dan menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.Dengan kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan-rumusan yang telah ada.
6)      Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden,  kedalaman pengetahuan yang ingin kita ketahui dapat kita lihat sesuai dengan tingkatan-tingkatan diatas.
8.        Sikap
Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup seseorangterhadapsuatu stimulus atau objek.Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanyakesesuaian terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakanreaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakansuatu tindakan atau aktivitas akantetapi merupakan predisposisi tindakan suatuperilaku(Notoatmodjo, 2003).
Sikap adalah pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan objek yang difikirkan (Purwanto, 1998).Jadi sikap senantiasa terarah terhadap suatu hal, suatu objek, tidak ada sikap yang tanpa objek.Manusia dapat mempunyai sikap terhadap bermacam-macam hal. Misalnya untuk seorang muslim atau yahudi sungguh-sungguh daging babi adalah haram, tak disukai atau dianggap kotor. Mungkin juga seseorang bersikap demikian, apabila dikatakan bahwa ia sedang memakan daging babi, ia akan memuntahkan keluar.
a.    Ciri-ciri Sikap
Purwanto, (1998) dalam buku Wawan & Dewi (2011) ciri-ciri sikap adalah sebagai berikut :
1)        Sikap bukan dibawa sejak lahir, melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan obyeknya. Sifat ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar, haus, kebutuhan akan istirahat.
2)        Sikap dapat berubah-ubah, oleh kerena itu sikap dapat dipelajari dan sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.
3)        Sikap tidak dapat berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu terhadap suatu objek. Dengan katalain, sikap itu terbentuk, dipelajari atau berubah senantiasa berkenaan dengan suatu yang dapat dirumuskan dengan jelas.
4)        Objek sikap merupakan suatu hal tertentu tetap dapat juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
b.    Komponen Sikap
           Azwar (2011) struktur sikap terdiri atas 3 komponen yang saling menunjang yaitu sebagai berikut :
1)        Komponen Kognitif
Komponen kogitif merupakan representasi apa yang dipercayai individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan streotipe yang dimiliki setiap individu mengenai sesuatu yang dapat disamakan penanganan (opini) terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversional.
2)        Komponen Afektif
Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek emosional. Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang komponen afektif yang disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang terhadap sesuatu.

3)        Komponen Konoatif
Komponen konoatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau kecenderungann untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk tendensi perilaku,
c.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Azwar (2011) sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Dalam interaksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi diantara individu yang satu dengan yang lainnya, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola perilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat terhadap objek psikologis yang dihadapinya.
Berikutiniberbagai faktor yangmempengaruhi  pembentukan sikap adalah sebagai berikut :
1)   Pengalaman pribadi
Tanggapan merupakan salah satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Middlebrook (1974), mengatakan bahwa tidak adanya  pengalaman sama sekali dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut.
Untuk dapat menjadi dasar pembentukan sikap, pengalaman pribadi haruslah meninggalkan kesan yang kuat. Karena sikap sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman pribadi tersebut terjadi dalam situasi yang melibatkan faktor emosional. Dalam situasi yang melibatkan emosi, penghayatan akan pengalaman akan mendalam dan lebih lama membekas. Namun, dinamika ini tidaklah sederhana dikarenakan suatu pengalaman tunggal jarang sekali dapat menjadi tanpa dasar pembentukan sikap.
2)   Pengaruh orang lain yang diangap penting
Orang lain disekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis atau searah dengan sikap orang yang dianggap penting. Kecenderungan ini antara lain di motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk menghindari konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.
3)   Pengaruh kebudayaan
Tanpa disadari, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap berbagai masalah. Kebudayaan telah mewarnai sikap anggota masyarakat, karena kebudayaan pulalah yang memberikan corak pengalaman individu-individu yang menjadi anggota kelompok masyarakat.
4)   Media massa
Walaupun pengaruh media massa tidaklah sebesar pengaruh interaksi individual secara langsung,namun dalam proses pembentukan dan perubahan sikap, peranan media massa tidak kecil artinya.
5)   Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem yang mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya mempunyai dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
6)   Pengaruh faktor emosional
Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi. Terkadang suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
d.   Sifat Sikap
           Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif  menurut Purwanto, (1998) dalam buku Wawan dan Dewi (2011) yaitu sebagai berikut:
1)        Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, dan mengharapkan objek tertentu.
2)        Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.
e.    Tingkatan Sikap
            Notoatmojo, (1996) dalam buku Wawan dan Dewi  (2011) sikap terdiri dari berbagai tingkatan yaitu sebagai berikut :
1)        Menerima (receiving)
Menerima diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).
2)        Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi sikap karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atu salah adalah berarti orang itu menerima ide tersebut.
3)        Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga, misalnya seorang mengajak ibu tetangga atau saudara untuk menimbang anaknya ke posyandu atau mendiskusikan tentang gizi adalah suatu bukti bahwa si ibu telah mempunyai sikap positif terhadap gizi anak.
4)        Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah mempunyai sikap yang paling tinggi. Misalnya seorang ibu mau menjadi akseptor KB, meskipun mendapatkan tentangan dari mertua atau orang tua sendiri.
f.     Karakteristik Sikap
            Azwar (2010) sikap mempunyai karakteristik (dimensi). Berikut ini adalah dimensi-dimensi tersebut :
1)        Sikap mempunyai arah, artinya sikap terpilah pada dua arah. Orang yang setuju, mendukung atau memihak terhadap suatu objek sikap berarti memliki sikap yang arahnya positif sebaliknya orang yag tidak setuju atau tidak mendukung dikatakan sebagai sikap yang arahnya negatif.
2)        Sikap memiliki keleluasaan, maksudnya kesetujuan atau ketidaksetujuan terhadap suatu objek sikap dapat mengenai hanya aspek yang sedikit dan sangat spesifik kan tetapi dapat pula mencakup banyak aspek yang ada pada objek sikap.
3)        Sikap memiliki konsistensi, maksudnya adalah kesesuaian antara pernyataan sikap yang dikemukakan dengan responnya terhadap objek sikap termaksud.
4)        Sikap bersifat spontanitas, yaitu menyangkut sejauh mana kesiapan individu untuk menyatakan sikapnya secara spontan.
g.    Pengukuran Sikap
    Azwar (2011), pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menilai pernyataan sikap seseorang. Pernyataan sikap adalah rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap yang hendak diungkap. Pernyataan sikap berisi atau mengatakan hal-hal yang positif mengenai obyek sikap, yaitu kalimat hendaknya bersifat mendukung atau memihak pada obyek sikap. Pernyataan ini disebut dengan pernyataan yang favourable. Sebaliknya pernyataan sikap mugkin pula dapat berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap obyek sikap. Pernyataan seperti ini disebut un favourable.
Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri atas pernyataan favourable dan tidak favourable dalam jumlah yang seimbang. Dengan demikian pernyataan yang disajikan tidak semua positif dan tidak semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak atau tidak mendukung sama sekali obyek sikap (Azwar, 2011).
Metode yang digunakan untuk mengukur sikap menurut Azwar (2011) antara lain :


1)        Observasi langsung
Observasi langsung adalah dengan memperhatikan langsung pada pelakunya.
2)        Pernyataan langsung (direct question)
Ada kelamahannya yaitu bila orang akan mengungkapkan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya bila situasi dan kondisi memungkinkan.
3)        Pengungkapan langsung
Metode penanyaan langsung adalah mengungkapkan langsung (direct assesment) secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item tunggal maupun dengan item ganda.
h.    Skala Sikap
             Merupakan kumpulan pernyataan-pernyataan mengenai obyek sikap. Dari responden yang diberikan subyek penelitian akan disimpulkan ke arah sikap (Azwar, 2011). Menurut Hidayat (2007) skala likert dapat digunakan dalam  pengukuran sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang gejala atau masalah yang ada dimasyarakat atau dialaminya. Dalam buku Hidayat (2007) pengukuran sikap dalam skala likert diungkapkan melalui pernyataan yang dijawab oleh responden dengan pilihan sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju (TS), dan sangat tidak setuju (STS).
Untuk pernyataan favorable nilai 3 untuk pernyataan sangat setuju (SS), nilai 2 untuk pernyataan setuju (S), nilai 1 untuk tidak setuju (TS), dan nilai 0 untuk pernyataan sangat tidak setuju (STS).
   Sedangkan untuk pernyataan unfavorable nilai 0untuk pernyataan sangat setuju (SS), nilai 1 untuk pernyataan setuju (S), tidak setuju (TS) bernilai 2, dan nilai 3 untuk pernyataan sangat tidak setuju (STS).














BAB III
KERANGKA KONSEP
A.      Dasar pemikiran Variabel yang diteliti
                 Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap petugas sanitasi dengan Pengelolaanlimbahmedis diRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol tahun 2014.Penelitian ini bersifat deskriptif yaitu menggambarkan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.Sampel diambil secara purposif yang didasarkan pada pertimbangan tertentu yang diinginkan peneliti yaitu petugas yang bertanggung jawab terhadap pengolahan limbah medis serta petugas yang bertanggung jawab dalam kebersihan puskesmas.
B.       Alur kerangka konsep
Berdasarkan tujuan penelitian maka kerangka konsepnya sebagai berikut :
Pengetahuan
Pengelolaan Limbah Medis
 



                                                        

Sikap
 



Gambar 3.1
Alur kerangka konsep




Keterangan :



                                                      Variabel Independen




                                                       Variabel Dependen


C.      Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini yaitu :
1.        Variabel bebas (independen) yaitu mempengaruhi keberadaan variabel terikat dalam hal ini adalah pengetahuan dan sikap petugas sanitasi.
2.        Variabel terikat (dependent) yaitu variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas dalam hal ini adalah pengelolaanlimbah medis di Rumah Sakit.           
D.      Defenisi Operasional & Kriteria Obyektif
1.    Pengetahuan
a.    Definisi Operasional
Tingkat pengetahuan yakni tingkat pemahaman atau kemampuan petugas rumah sakitdalam memahami tentang pengelolaan limbah medis.
b.    Kriteria Objektif
1)        Cara ukur   : Wawancara
2)        Alat ukur   : Kuisioner
3)        Skala ukur : Ordinal
4)        Hasil ukur  : 1 =  Tingi ( jika skor jawaban responden ≥ median)
2 = Rendah( jika skor jawaban respondenmedian)
2.         Sikap
a.    Definisi Operasional
Yakni sikappetugas rumah sakit dalam memberikan suatu reaksi untuk melakukan pengelolaan limbah medis.
b.    Kriteria Objektif
1)        Cara ukur     : Wawancara
2)        Alat ukur      : Kuisioner
3)        Skala ukur    : Ordinal
4)        Hasil ukur     :
1 = Baik (jika skor jawaban responden≥ median)
2= Tidak baik (jika skor jawaban responden ≤median)
3.         Pengelolaan Limbah Medis
a.    Defenisi Operasional
Upaya yang dilakukan oleh petugas Rumah Sakit untuk memilah, menampung, mengangkut, dan membuang dari berbagai jenis limbah medis yang dihasilkan Rumah Sakit.
a)    Kriteria objektif
b)   Cara ukur : Wawancara
c)    Alat ukur : Kuesioner
d)   Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : 1 = baik ( bila skor jawaban responden < median).
2        = kurang baik (bila skor jawaban responden > median)
E.       Hipotesis
1.             Ada Hubungan dengan pengelolaan Limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.
2.             Ada hubungan sikap dengan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.















BAB IV
METODE PENELITIAN
A.      Jenis penelitian
Jenis penelitian Study ini adalah Survey Analitik yang dengan rancangan Cross Sectional  yaitu suatu penelitian untuk mempelajari dinamika hubungan variabel independen dengan variabel dependen secara bersamaan (Notoadmojo, 2010).
B.       Tempat dan Waktu penelitian
1.         Lokasi
Lokasi penelitian ini dilaksanakan diRumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol Propinsi Sulawesi Tengah.
2.         Waktu
Waktu penelitian ini yaitu bulan April-Mei 2014.
C.      Populasi dan Sampel
1.    Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh petugas sanitasi  yang telibat dalam kegiatan pengolahan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buolsebanyak 45 Orang.
2.    Sampel
Pengambilan sampel menggunakan sistem total populasi (total populatio) sampel dalam penelitian ini adalah semua jumlah populasi 45 orang (sampel jenuh).
D.      Pengumpulan Data
1.             Data Primer
Data primer yang diperoleh penulis dengan melakukan observasi langsung ke lokasi penelitian pada Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol dengan menggunakan checklist.
2.             Data Sekunder
Yaitu data yang diperoleh secara langsung dengan responden pada saat wawancara.
E.       Analisis Data
1.             Analisis Univariat
Pada tahap ini akan dilakukan analisis distribusi frekuensi, presentase baik variabel khusus maupun variabel karakteristik umum yang dianggap terkait dengan tujuan khusus.
2.             Analisis Bivariat
Pada tahap ini akan dilakukan tabulasi silang (cross tab) antara variabel dependen dengan variabel independen. Adapun uji statistik yang akan digunakan adalah Chi Square sepertirumus sebagai berikut :
X2=           2
                  E

Keterangan :
O = Nilai Observasi ( Pengamatan).
E = Nila Expected (Harapan).
Df = (b – 1 ) ( k – 1)
Keterangan :

                  b =   jumlah baris

      k =  Jumlah kolom

Kriteria penerimaan hipotesis :
1.    Bila nilai p ˂ 0,05 berarti Ho ditolak (ada hubungan)
2.    Bila nilai p > 0,05 berarti Ho diterima (tidak ada hubungan)
F.       Pengolahan Data
              Untuk memudahkan analisis dan pengolahan data maka digunakan bantuan Komputer dengan menggunakan program SPSS.
















BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
A.           Hasil
1.             Gambaran Lokasi Penelitian
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol terletak di Pusat  Kota Kabupaten Buol tepatnya di Kelurahan Kali Kec. Lipunoto. Merupakan Rumah Sakit satu-satunya di Kabupaten Buol yang memberikan Pelayanan sesuai Tugas Pokok dan Fungsi Rumah Sakit.Pada tahun 1990 seiring dengan kebutuhan pelayanan yang semakin meningkat, maka Rumah Sakit Umum Daerah Buol saat itu masih berstatus sebagai Puskesmas Perawatan ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Umum Daerah Tipe D di Kabupaten Buol Tolitoli dengan SK Kepala kantor Wilayah Departemen Kesehatan Propinsi Sulawesi Tengah SK No. : 5613/ Kanwil/YK/VI/1990. tanggal 11 Juni 1990. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No: 51 Tahun 1999 tentang Pemekaran Kabupaten, maka mulai saat itu Rumah Sakit Umum Daerah Buol Menjadi satu-satunya  Rumah Sakit Tipe D di Kabupaten Buol.
Pindah gedung baru tanggal 11 September 2006 dengan SK Kepala Dinas Kesehatan Sulawesi Tengah No. 445/40-28/Dinkes/Yanmed. Masih dalam status Kelas C. Sekarang ini sedang dilaksanakan Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Buol sesuai standar Kelas C yang telah memasuki Pembangunan tahap Keempat.
1.        Visi  Dan Misi
a.         Visi
Visi Rumah Sakit UmumDaerah Kab. Buol adalah sebagai berikut :
-            Menjadi yang terbaik di Sulawesi Tengah
b.        Misi
1.        Terbaik dalam Profesionalisme Tenaga Kesehatan
2.        Terbaik dalam Mutu Pelayanan Kesehatan
3.        Terbaik dalam Kesejahteraan Pegawai
c.          Fungsi
Sebagai pusat rujukan dan tempat pelayanan pengobatan  Rumah Sakit Daerah Buol mempunyai fungsi:
1.        Menyelenggarakan Pelayanan Medik.
2.        Menyelenggarakan Pelayanan Penunjang Medik dan NonMedik.
3.        Menyelenggarakan Pelayanan dan asuhan keperawatan
4.        Menyelenggarakan Pelayanan Rujukan
5.        Menyelenggarakan Administrasi Umum dan Keuangan.
6.        Menyelenggarakan Penelitian dan Pengembangan.


2.        Karakteristik Responden Dan Sampel
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret 2014 Di RSUD Kabupaten Buol. Adapun jumlah sampel  yaitu 45 responden. Sampel yang di peroleh dengan tehnik total sampling. Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan uji statistik Chi-Square.Karakteristik dalam penelitian ini adalah pengetahuan dan sikap petugas sanitasi dengan pengelolaan limbah medis.
a.       Karakteristik Responden
1.      Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin Petugas
Untuk mengetahui distribusi responden berdasarkan jenis kelamin pada tabel 5.1 berikut:
Tabel 5.1
DistribusiResponden Berdasarkan Jenis Kelamin
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Jenis Kelamin
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
Laki – Laki
19
42,2
2
Perempuan
26
57,8
T o t a l
45
100
Sumber data primer 2014
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa responden yang berjenis kelamin terbanyak adalah jenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 26 orang (57,8%) dan yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 19 orang (42,2%).
2.      Karakteristik Berdasarkan Kelompok Umur Petugas
Untuk mengetahui distribusi responden berdasarkan kelompok umurpada tabel 5.2 berikut:
Tabel 5.2
Distribusi Responden BerdasarkanKelompok Umur
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Kelompok Umur
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
20-29 tahun
30
66,7
2
30-39 tahun
14
31,1
3
40-49 tahun
1
2,2
Total
45
100
Sumber data primer 2014
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa responden berdasarkan kelompok umur dengan umur 20-29 tahun yaitu sebanyak 30 orang (66,7%), umur 30-39 tahun yaitu sebanyak 14 orang (31,1%) yang berumur 40-49 tahun yaitu sebanyak 1 orang (2,2%).
3.      Karakteristik Berdasarkan Masa Kerja Petugas
Untuk mengetahui distribusi responden berdasarkan masa kerja pada tabel 5.3 berikut:
Tabel 5.3
Distribusi Responden Berdasarkan Masa Kerja
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Masa Kerja
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
0-5 tahun
30
66,7
2
6-10 tahun
8
17,8
3
> 10 tahun
7
15,5
Total
45
100

Sumber data primer 2014
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa responden berdasarkan masa kerja dengan 0-5 tahun yaitu sebanyak 30 orang (66,7%), 6-10 tahun yaitu sebanyak 8 orang (17,8%) dan > 10 tahun yaitu sebanyak 7 orang (15,5%).
4.         Karakteristik Berdasarkan Tingkat PendidikanPetugas
Untuk mengetahui distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan pada tabel 5.4 berikut:






Tabel 5.4
DistribusiResponden berdasarkanTingkat Pendidikan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Tingkat Pendidikan
Jumlah
Persentase
1
SMP
7
15,6
2
SMA
38
84,4
T o t a l
45
100
Sumber data primer 2014
Tabel 5.4 menunjukkan bahwa responden berdasarkan tingkat pendidikan dengan SMP yaitu sebanyak 7 orang (15,6%), SMA yaitu sebanyak 38 orang (84,4%).
B.            Hasil penelitian
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol, analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan analisis bivariat
1.        Analisis Univariat
b.         Pengetahuan
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol diperoleh gambaran pengetahuan responden sebagai berikut :

Tabel 5.5
DistribusiPetugas Berdasarkan Pengetahuan
Di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Pengetahuan
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
Tinggi
34
75,6
2
Rendah
11
24,4
T o t a l
45
100
Sumber data primer 2014
Tabel 5.5 di atas menunjukkan bahwa petugas yang mempunyai pengetahuan baik sebanyak 34 orang (75,6 %) dan pengetahuan cukup sebanyak 11 orang (24,4 %).
b.         Sikap
Berdasarkan hasil penelitian terhadap Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol diperoleh gambaran sikap responden terhadap pengelolaan sampah medis, untuk lebih jelas dapat dilihat pada tabel dibawah ini:





Tabel 5.6
Distribusi Petugas Berdasarkan sikap
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Sikap
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
Setuju
32
71,1
2
Tidak setuju
13
28,9
T o t a l
45
100
Sumber data primer 2014
Tabel 5.6 di atas menunjukkan bahwa petugas yang setuju yaitu sebanyak 32orang (71,1 %) dan tidak setuju yaitu sebanyak 13 orang (28,9 %).
                                                      Tabel 5.7
Distribusi Petugas BerdasarkanPengelolaan Limbah Medis
di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

NO
Pengelolaan
Frekuensi (f)
Persentase (%)
1
Baik
39
86,7
2
Tidak Baik
6
13,3
T o t a l
45
100
Sumber data primer 2014
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa petugas dalam pengelolaan limbah medis yang baik yaitu sebanyak 39 orang (86,7%) dan tidak baikyaitu sebanyak 6 orang (13,3%).


2.    Analisis Bivariat
a)         Hubungan Pengetahuan Petugas Sanitasi Dengan Pengelolaan Limbah Medis
Untuk mengetahui hubungan pengetahuan petugas sanitasi dengan pengelolaan limbah medis dapat di lihat dalam tabel 5.8 berikut :
Tabel 5.8
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Pengetahuan dan
Pengolahan LimbahMedis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

Pengetahuan
Pengelolaan Limbah Medis

Total (N)
P. Value


Baik
Tidak Baik

F
%
F
%
N
%
Tinggi
31
91,2
3
8,8

34
100
0,118
Rendah
8
72, 7
3
27,3

11
100
Total
39
86,7
6
13,3




45
100

Hasil penelitian tentang hubungan Pengetahuan petugas sanitasi dengan pengelolaan limbah medis didapatkan bahwa dari 34 responden, petugas yang memiliki pengetahuan tinggi dengan pengelolaan limbah medis yang baik sebanyak 31orang (91,2%), petugas yang memiliki pengetahuan yang tinggidengan pengelolaan limbah medis yang tidak baik yaitu sebanyak 3orang (8,8%). Sedangkan dari 11 responden, petugas yang memiliki pengetahuan rendah dengan pengelolaan limbah medis yang baik yaitu sebanyak 8 orang (72,7%), petugas yang memiliki pengetahuan rendah dengan pengelolaan limbah yang tidak baik yaitu sebanyak 3 orang (27,3%).
Hasil uji statistic Chi Square, diperoleh nilai P=0,118 (P>0,005), berarti secara statistik Ho diterima, maka tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan  pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.
b)        Hubungan Sikap Petugas Sanitasi Dengan Pengelolaan Limbah Medis
Untuk mengetahui hubungan sikap petugas sanitasi dengan pengelolaan limbah medis dapat di lihat dalam tabel 5.9 berikut :
Tabel 5.9
Distribusi Responden Berdasarkan Hubungan Sikap dan PengelolaanLimbahMedis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol

Sikap
Pengelolaan Limbah Medis

Total (N)
P. Value


Baik
Tidak Baik

F
%
F
%
N
%
Setuju
27
84,4
5
15,6

32
100
0,478
Tidak Setuju
12
92,3
1
7,7

13
100
Total
39
86,7
6
13,3

45
100

Hasil penelitian tentang hubungan sikap dengan pengelolaan limbah medis, diperoleh bahwa dari 32 responden yang memiliki sikap setuju dengan pengelolaan limbah yang baik yaitu sebanyak 27 orang (84,4%), petugas yang memiliki sikap setuju dengan pengelolaan limbah yangtidak baik yaitu sebanyak 5 orang (15,6%). Sedangkan dari 13 responden, petugas yang memiliki sikap tidak setuju dengan pengelolaan limbah medis yang baik yaitu sebanyak 12 orang (92,3%), petugas yang memiliki sikap tidak setuju dengan pengelolaan limbah yang tidak baik yaitu sebanyak 1 orang (7,7%).
Hasil uji statistic Chi Square, diperoleh nilai P=0,478 (P>0,005), berarti secara statistik Ho diterima, maka tidak ada hubungan antarasikap dengan pengelolaan limbah medis di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Buol.
c.         Pembahasan
1.         Hubungan Pengetahuan dengan Pengelolaan Limbah Medis
Dari Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan  pengelolaan limbah medis. Dimana dari 45 petugas sebagai responden ada sebanyak 34 orang (75,6%) memiliki tingkat pengetahuan yang tinggi, sedangkan sebanyak 11 orang (24,4%) memiliki tingkat pengetahuan yang rendah.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa petugas yang memiliki pengetahuan yang tinggi dengan pengelolaan limbah yang baik jumlahnya relatif lebih besar yaitu sebanyak 31orang (91,2%) dibandingkan dengan petugas yang memiliki pengetahuan rendah dengan pengelolaan limbah yang baik yaitu sebanyak 8 orang (72,7%). Responden tentang pengelolaan sampah dibangun berdasar kemampuan berpikir sesuai dengan kenyataan yang responden lihat dan temukan di lingkungan sekitar responden berada.Hal ini menunjukkan bahwa pengetahuan merupakan hasil seseorang melakukan penginderaan terhadap obyek tertentu (Notoatmodjo, 2003). Pengetahuan responden mengenai cara pengelolaan limbah yaitu penampungan dan pemusnahan dengan memisahkan limbah medis dengan non medis, sehingga responden sepakat bahwa antara tempat sampah medis dan non medis harus berbeda. Hal ini sesuai dengan tata cara penanganan limbah bahwa limbah dari setiap ruang/unit harus dipisahkan sesuai dengan kategori atau jenis limbah dan dimasukkan ke dalam tempat penampungan limbahyang telah disediakan oleh staf/personil yang bekerja pada ruang/unit yang bersangkutan (Bagoes, dkk, 2003).
2.         Hubungan Sikap Petugas dengan Pengelolaan Limbah Medis
Dari Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan  pengelolaan limbah medis. Dimana dari 45 petugas sebagai responden ada sebanyak 32 orang (71,1%) memiliki sikap setuju, sedangkan sebanyak 13 orang (28,9%) memilikisikap tidak setuju.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa petugas yang memiliki sikap setuju dengan pengelolaan limbah yang baik jumlahnya relatif lebih besar yaitu sebanyak 27orang (84,4%) dibandingkan dengan petugas yang memiliki sikap tidak setuju dengan pengelolaan limbah yang baik yaitu sebanyak 12 orang (92,3%). Hal ini disebabkan pengalaman kerja responden yang sudah cukup lama (misalnya bekerja telah > 10 tahun) sebagai petugas mengumpul limbah medis rumah sakit., akan tetapi karena kebiasaan yang sudah lama dilakukan dan dianggap benar, mendorong mereka untuk tetap membuang limbah pada kantong plastik yang sama jenis dan sifatnya. Sikap yang terbentuk tergantung pada pengetahuan seseorang, semakin tinggi pengetahuan seseorang terhadap sesuatu, semakin positif sikap yang terbentuk.Pembentukan sikap responden dalam mengolah limbah medis sesuai dengan pengalaman pribadi di lapangan.Berdasarkan pengalaman pribadi responden tersebut, sikap responden terhadap tempat limbah khususnya kantong pembungkus limbah medis tidak sesuai dengan ketentuan dari Depkes RI dalam hal ketentuan mengganti kantong plastik secara rutin dengan plastik yang bersih dan setelah terisi penuh 2/3 bagian.Namun hal tersebut tidak merupakan suatu kesalahan yang fatal dikarenakan Departemen Kesehatan memberikan kelonggaran kepada setiap institusi untuk memiliki ketentuan tersendiri berkaitan dengan pengadaan tempat limbah medis. Keberadaan tempat sampah limbah medis yang sudah dalam kondisi kurang memadai, akan berpengaruh terhadap perilaku petugas dalam melakukan pengumpulan limbah medis (Burhanuddin, 2010). Sebagian besar petugas menyatakan bahwa terdapat tempat sampah limbah medis, tempat  yang tersedia berbeda warna dan dilengkapi dengan kantong plastik. Ketersediaan fasilitas yang berkaitan langsung dengan pekerjaan pengumpulan limbah medis akan diikuti dengan tindakan yang baik oleh petugas.
Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Idkha, (2009) di Rumah Sakit Khusus di Surabaya Timur menunjukkan bahwa pihak rumah sakit melakukan mitra pengolahan limbah medis dengan cara memenuhi biaya yang ditawarkan. Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan praktik pengumpul limbah medis.Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian Retno, (2005) yang menyatakan bahwa ada hubungan bermakna antara ketersediaan fasilitas dengan perilaku pengumpul limbah di RSUP Dr. Sardjito.Hasil penelitian Purwoutomo (2004) menyatakan bahwa ada hubungan antara ketersediaan fasilitas dengan praktek pengumpul sampah medis di RSD Raden Soejati.Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan. Untuk terwujudnya sikap agar menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan factor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan, antara lain adalah fasilitas.
Tim kerja dari WHO menyatakan bahwa penyebab seseong berperilaku tertentu salah satunya adalah keberadaan sumber daya.Surnber daya di sini mencakup.keberadaan fasilitas (Notoatmodjo, 2003).
Keberadaan tempat sampah limbah medis yang sudah dalam kondisi kurang memadai, akan berpengaruh terhadap perilaku petugas dalam melakukan pengumpulan sampah.Sebagian besar petugas menyatakan bahwa terdapat tempat sampah limbah medis, tempat sampah yang tersedia berbeda warna dan dilengkapi dengan kantong plastik. Ketersediaanfasilitas yang berkaitan langsung dengan pekerjaan pengumpulan limbah medis akan diikuti dengan tindakan yang baik oleh petugas..Hal ini dipengaruhi komitmen dan pengalaman kerja yang sudah cukup lama pada petugas dalam mengumpul limbah medis.Penyediaan fasilitas tentu menjadi tanggung jawab pihak rumah sakit sehingga diperlukan perhatian dan pengawasan pihak manajemen khususnya dalam pengelolaan limbah medis.Selain itu, kepada petugas pengumpul sampah limbah medis agar tetap komitmen dalam menjaga dan menggunakan fasilitas penunjang pekerjaan yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.










BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
A.           Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan penelitian hubungan pengetahuan dan sikap petugas sanitasi dengan pengelolaan limbah medis di RSUD Kabupaten Buol, maka dapat di simpulkan sebagai berikut :
1.        Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan pengelolaan limbah medis, dengan nilai P Value = 0,118 (P Value >0,05).
2.        Tidak Ada hubungan antara sikap dengan pengelolaan limbah medis, dengan nilai P Value = 0,478 (P Value >0,05).
B.            Saran
1.        Bagi Instansi manajemen RSUD Kabupaten  Buol lebih memperhatikan tingkat pengetahuan petugas agar mereka dapat berpraktik yang baik dalam mengumpul limbah medis, Perlunya perhatian pihak manajemen RSUD Kabupaten  Buol dalam meningkatkan sikap petugas agar berpraktik yang baik dalam mengumpul limbah medis. Pentingnya perhatian dan pengawasan dari pihak manajemen RSUD Kabupaten  Buol dalam penyediaan fasilitas bagi petugas serta pentingnya komitmen petugas dalam menggunakan fasilitas tersebut yang telah disediakan oleh pihak rumah sakit.
2.        Bagi institusi pendidikan (akademik) agar menyediakan literature-literatur yang lebih memadai untuk keperluan penelitian sehingga dengan literature yang lebih memadai maka kualitas penelitian akan lebih ditingkatkan.
3.        Bagi peneliti selanjutnya agar mengembangkan penelitian ini dengan menambahkan variable-variabel.










DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2014. Penanganan dan Pengolahan Limbah Rumah Sakit.(online:http: //www.Klinikmedis.com.. diakses 31 januari 2014).
Arifin, M. 2008,  Pengaruh Limbah Rumah Sakit Terhadap Kesehatan. FKUI
Anonim.       2014.prosedur-pengelolaan-limbah-medis.(online:http://www.indonesian-publichealth.com/2013/01/.html di akses 29 januari 2014).
Anonim.2012.Pengertian Sanitasi.(online:Http://Www.Reimie.Com/2012/10/.Htmldiakses 12 desember 2013).
Anonim.2012.PersyaratanPengelolaanLimbahPadat.(online:Http://Seramoealasyiie.Blogspot.Com/2012/08/.Htmldiakses 15februari 2014).
Anonim.2013.Penanganan Limbah Medis. (online:http: //faisalramdan, wordpress.com diakses 10 juni 2013).
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. 1999. Peraturan tentang Pengendalian Dampak   Lingkungan.
Bagoes, dkk. (2003). Perilaku Petugas Kebersihan Rumah Sakit dalam Pengelolaan Sampah  di RS. Nirmala Suri Sukoharjo. Jurnal Unismus
Burhanuddin, (2010) , Analisis Dampak Llingkungan rumah sakit yang tidak memenuhi standar. Jurnal Kesehatan Lingkungan

Chin JMD. 2000 Manual Pemberantasan penyakit menular. Jakarta : American Public   Health Association.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1991. Kategori Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1995. Pedoman sanitasi rumah sakit di indonesia. Direktor jenderal PPM  & PL dan Direktorat pelayanan medik. Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1999 Info Rumah Sakit dengan Paradigma Sehat Baru Kita Wujudkan Visi Sehat 2015. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2003. Lokakarya penanganan limbah Medis Tajam & Pelayanan Kesehatan Dasar.Jakarta.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan rumah Sakit. Kepmenkes No.1240 / Menkes / SK / X / 2004. Jakarta.
                   ,2004. Pedoman penyelenggaraan sistim surveilens epidemiologi kesehatan. Kepmenkes No. 1479 / menkes / SK / X / 2003. Jakarta.
Idkha, (2009). Analisis Pengolahan limbah medis di Rumah Sakit Khusus diSurabaya Timur. Surabaya
Notoatmojo. 2002. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Pruss A, Giroul T, Rushbrook. 2005. Pengolahan aman limbah layanan kesehatan. Jakarta : EGC
Retno, (2005). Tugas Akhir Penelitian di RSUP Dr. Sardjito. Yogyakarta : UGM.












0 komentar:

Posting Komentar