SEJARAH SUKU BUOL DI SULAWESI TENGAH
Sejarah Buol
Menurut legenda, asal usul negeri Buol ialah : Pada waktu Kapal Nabi Nuh sedang berlayar dan bertepatan dengan negeri Buol sekarang, tiba-tiba kapal tersebut berputar tiga kali. Dari putaran itu timbul buih lautan yang sangat banyak. Dalam bahasa Buol buih itu disebut “BWULYA”. Buih itu lama kelamaan mengeras dan menjadi daratan dan bergunung-gunung. Gunung tertinggi adalah Pogogul. Dr. E. L. Godee V. Mols Bergen menyebutnya Bool. Dari kata ‘Bwulya’ ini kemudian menjadi Buol.
Di atas gunung Pogogul ini ada satu batu hitam yang besar. Pada suatu situasi, dimana cuaca amat buruk, hujan deras dan halilintar bersahut-sahutan, batu hitam itu pecah dua. Setiap pecahan itu pecah lagi menjadi dua dan seterusnya. Dari pecahan itulah keluar sepasang manusia laki-laki dan wanita.
Laki-laki bernama ‘TAMATAU’ artinya orang yang serba tahu. Perempuan bernama ‘BUKI KINUMILATO’ yang artinya permaisyuri yang menjelma seperti kilat. Keduanya menjadi suami istri dan menurunkan ‘OMBU KILANO’ yang menjadi suku asli Buol. Selain batu hitam, ada juga bambu kuning, yang pada situasi yang sama terpecah dan dari pecahannya lahirlah sepasang manusia. Laki-laki bernama ‘LILIMBUTA’ dan wanita ‘LILIMBUTO’ yang artinya tidak diketahui. Keduanya menurunkan suku MANURUNG. Lama kelamaan terjadi sengketa antara kedua suku ini, dan kemudian suku Ombu Kilano tinggal jauh dari gunung Pogogul (di daerah Pinamula sekarang), sedangkan suku Manurung tetap di gunung Pogogul. Menurut kepercayaan suku Buol, suku Manurung ini sampai sekarang tinggal di Pogogul menjadi makhluk halus dan sering menampakkan diri kalau Buol akan ditimpa sesuatu bencana.
Keturunan Ombu Kilano menurunkan empan rumpun keluarga yang disebut ‘BALAK’ yaitu Balak Biau, Balak Tongon, Balak Talaki dan Balak Bunobogu. Sekitar abad 14 Buol sudah mengenal peradaban di bawah pemerintahan Raja NDUBU I (1380 M).
Raja Ndubu mempunyai anak masing-masing Anggatibone (puteri), Anogu Rlipu (putera) dan Dai Bole juga putera. Anggatibone dan Dai Bole merantau ke Tolitoli dan akhirnya Dai Bole kawin dengan puteri Tolitoli bernama MANDALULINGO. Perkawinan inilah dianggap hubungan pertama yang menjadikan tali kekeluargaan antara Tolitoli dan Buol. Permulaan abad 19 Raja Buol Undain lebih mengeratkan lagi hubungan Buol dan Tolitoli, dimana Raja ini kawin dengan puteri Tolitoli bernama MANIMOLANGO. Ini dicatat sebagai peristiwa kedua dalam rangka tali kekeluargaan Tolitoli dan Buol.
Suku bangsa ini mendiami kecamatan Biau, Bokat, Bunobugu, Momunu dan Paleleh, di Kabupaten Buol Toli-Toli, Provinsi Sulawesi Tengah. Mereka berdiam di 68 buah desa. Jumlah populasinya sekitar 65.000 jiwa. Bahasa Buol dekat dengan bahasa Toli-Toli dan bahasa Gorontalo.
Mata Pencaharian Suku Buol
Mata pencaharian utama masyarakat ini adalah bertani di sawah dan ladang, tanaman pokok mereka adalah padi. Di ladang mereka menanam cengkeh, pala, kelapa, kopi, dan berbagai macam palawija lain.
Kemasyarakatan Suku Buol
Walaupun dalam hubungan kekerabatan masyarakat ini cenderung untuk bilateral, namun karena pengaruh Islam garis keturunan sering ditarik secara patrilineal. Pada zaman dulu mereka mengenal sistem pemerintahan berbentuk kerajaan-kerajaan kecil dan pengaruhnya pada pelapisan sosial masih terasa sedikit sampai sekarang. Di masa lalu mereka mengenal adanya golongan tau poyogdiya, yaitu para raja-raja dan keluarganya, tau wayu, yaitu golongan bangsawan para pembantu raja dan pembesar kerajaan, tau wanom, golongan bangsawan kecil, tau pat yaitu golongan rakyat biasa, dan dibawah sekali adalah golongan budak.
Baca juga Suku Lainnya Di Sulawesi :
- Sejarah Suku Moronene
- Sejarah Suku Balantak
- Sejarah Suku Bajau
- Sejarah Suku Bugis
- Sejarah Suku Kulawi
- Sejarah Suku Kaili
Agama Dan Kepercayaan Suku Buol
Orang Buol pada umumnya memeluk agama Islam. Kepercayaan religi asli mereka sendiri mengajarkan pemujaan kepada Gunung Pogugul, yang dianggap sebagai tempat asal mula nenek moyang mereka.